Minggu, 17 Juni 2012

Inspirasi "MDS" 6

Jika seseorang pergi meninggalkanmu tanpa sebuah alasan, maka jangan biarkan ia kembali dengan sebuah penjelasan.

Motivasi "MDS" 4

Ketika kamu merasa tidak ada yang mempedulikanmu, maka sebenarnya kamu sedang belajar untuk TEGAR!

Sabtu, 16 Juni 2012

Inspirasi "MDS" 5

Kita memang takkan pernah tahu bahwa sesuatu/seseorang yang kita miliki itu sangat berarti bagi kita hingga kita kehilangannya. Dan sebaliknya kita tidak akan tahu sesuatu/seseorang yang kita miliki itu pernah hilang hingga ia kita temukan kembali.

RPP Final

RPP Paragraf Deduktif dan Induktif
RENCANA PELAKSANAAN PEMBELAJARAN
(RPP)


Satuan Pendidikan: SMA
Mata Pelajaran     : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester    : XI/I

 A. STANDAR KOMPETENSI
      Menulis: menggungkapkan pikiran, pendapat, dan informasi dalam penulisan karangan berpola deduktif
                   dan induktif.

 B. KOMPETENSI DASAR
      Menulis karangan berdasarkan topik tertentu dengan pola pengembangan deduktif dan induktif

 C. INDIKATOR
      Kognitif
      Proses
            Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
            Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
            Menemukan paragraf induktif dan deduktif
     Produk
            Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
            Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
            Menentukan paragraf induktif dan deduktif
     Psikomotor
     Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif
     Afektif
           Karakter
           Tanggungjawab
           Kritis
           Disiplin
    Keterampilan sosial
           Berbahasa santun dan komunikatif
           Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok
           Membantu teman yang mengalami kesulitan


D. TUJUAN PEMBELAJARAN
     Kognitif
     Proses
           Setelah membaca dan memahami ragam wacana tulis dengan membaca intensif dan membaca
           nyaring, siswa secara berkelompok diharapkan dapat:
           Menemukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
           Menemukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
           Menemukan paragraf induktif dan deduktif
     Produk
           Setelah menemukan hasil pencapaian tujuan proses di atas, siswa secara berkelompok diharapkan
           dapat:
           Menentukan kalimat yang mengandung gagasan utama pada paragraf
           Menentukan kalimat penjelas yang mendukung kalimat utama
           Menentukan paragraf induktif dan deduktif
    Psikomotor
    Setelah menentukan dan memahami hasil pencapaian tujuan produk di atas, siswa secara mandiri
    diharapkan dapat menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif 
    Afektif
    Karakter
          Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan dalam berperilaku yang
          meliputi sikap tanggung jawab, kritis, disiplin, dan keterampilan sosial.
          Siswa terlibat aktif dalam pembelajaran dengan memperlihatkan kemajuan kecakapan sosial yang
          meliputi:
          Berbahasa santun dan komunikatif
          Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok
          Membantu teman yang mengalami kesulitan


E. MATERI PEMBELAJARAN
     Paragraf yang berpola deduktif dan induktif
     Kalimat utama dan kalimat penjelas
     Perbedaan deduktif dan induktif


F. MODEL DAN METODE PEMBELAJARAN
    Pendekatan              : Pembelajaran Kontekstual
    Model Pembelajaran: Kooperatif Tipe STAD
    Metode                    : tanya jawab, pemodelan, penugasan, dan unjuk kerja


G. BAHAN DAN MEDIA
     1. Wacana tulis (artikel)
     2. LKS
     3. Kertas HVS
     4. ALAT
     5. Spidol
     6. Format evaluasi


H. SKENARIO PEMBELAJARAN

No.Kegiatan Penilaian pengamat

Pertemuan 1 (80 menit)1234
A1Kegiatan Awal (15):
Tahap 1 (5 menit):
Dengan mula-mula menanyakan kesiapan belajar siswa, lalu menanyakan pengetahuan dan pengalaman siswa tentang paragraf.
Tahap 2 (10 menit):
Pengarahan dengan mula-mula bertanya jawab tentang jenis-jenis paragraf  berdasarkan letak kalimat utamanya, kemudian diakhiri dengan penegasan guru tentang tujuan pembelajaran yang harus dicapai dalam proses pembelajaran pada pertemuan itu.      




B1Kegiatan Inti (55 menit):
Guru membagi siswa ke dalam beberapa kelompok, kemudian memberikan pemahaman kepada siswa mengenai paragraf deduktif dan induktif, serta perbedaan antara kalimat utama dan kalimat penjelas          




C1
Kegiatan Akhir (10 menit)
    Siswa bersama guru merumuskan kesimpulan umum atas semua butir pembelajaran yang telah dilaksanakan;
    Siswa  diminta menyampaikan kesan dan saran (jika ada) terhadap proses pembelajaran yang baru selesai mereka ikuti;
    Guru menugaskan siswa untuk mencari artikel di media masa yang akan mereka identifikasi paragraf deduktif dan induktif  








I. SUMBER PEMBELAJARAN
   1. Wacana tulis
   2. Materi Essensial MGMP Sekolah
   3. Lembar Pegangan Guru
   4. LKS 1 ; LKS 2
   5. LP 1 ; LP 2
   6. Silabus


J. EVALUASI DAN PENILAIAN
    1. Evaluasi
        Evaluasi Proses: dilakukan berdasarkan pengamatan terhadap aktivitas peserta  (siswa) dalam
                                 menggarap tugas, diskusi, kegiatan tanya jawab, dan dialog informal.
        Evaluasi Hasil   : dilakukan berdasarkan analisis hasil pengerjaan tugas dan pengerjaan tes, dan
                                 pengamatan unjuk keterampilan (performance)
    2. Penilaian
        Jenis Tagihan Penilaian   : LKS 1 dan LP 1, LKS 2 dan LP 2, , LP 4, LP 5
        Tugas Individu               : menggunakan LKS 3 ; LP 3
        Bentuk Instrumen Penilaian:
            Uraian bebas
            Jawaban singkat



Satuan Pendidikan       : SMA
Mata Pelajaran            : Bahasa Indonesia
Kelas/Semester           : XI/I
Standar Kompetensi    : Membaca
Kompetensi Dasar       : Menemukan perbedaan paragraf induktif dan deduktif melalui membaca intensif


LEMBAR PEGANGAN GURU (LPG)

1. Pengertian Paragraf
         Paragraf (dari bahasa Yunani paragraphos, “menulis di samping” atau “tertulis di samping“) adalah Unit terkecil sebuah karangan yang terdiri dari kalimat pokok atau gagasan utama dan kalimat penjelas atau gagasan penjelas. Paragraf dikenal juga dengan nama lain alinea. Paragraf dibuat dengan membuat kata pertama pada baris pertama masuk ke dalam (geser ke sebelah kanan) beberapa ketukan atau spasi.
Syarat sebuah paragraf di setiap paragraf harus memuat dua bagian penting, yakni :
Kalimat utama
        Biasanya diletakkan pada awal paragraf, tetapi bisa juga diletakkan pada bagian tengah maupun akhir paragraf. Kalimat pokok adalah kalimat yang inti dari ide atau gagasan dari sebuah paragraf. Biasanya berisi suatu pernyataan yang nantinya akan dijelaskan lebih lanjut oleh kalimat lainnya dalam bentuk kalimat penjelas.
Kalimat Penjelas
        Kalimat penjelas adalah kalimat yang memberikan penjelasan tambahan atau detail rincian dari kalimat pokok suatu paragraf.

2. Jenis Paragraf Berdasarkan Letak Kalimat Utama
        Letak kalimat utama juga turut menentukan jenis paragraf. Penjenisan paragraf berdasarkan letak kalimat utama ini terbagi atas 4 yakni :
Paragraf Deduktif
        Paragraf dimulai dengan mengemukakan persoalan pokok atau kalimat utama. Kemudian diikuti dengan kalimat-kalimat penjelas yang berfungsi menjelaskan kalimat utama. Paragraf ini biasanya dikembangkan dengan metode berpikir deduktif, dari yang umum ke yang khusus.

Dengan cara menempatkan gagasan pokok pada awal paragraf, ini akan memungkinkan gagasan pokok tersebut mendapatkan penekanan yang wajar. Paragraf semacam ini biasa disebut dengan paragraf deduktif, yaitu kalimat utama terletak di awal paragraf.

Paragraf Induktif
        Paragraf ini dimulai dengan mengemukakan penjelasan-penjelasan atau perincian-perincian, kemudian ditutup dengan kalimat utama. Paragraf ini dikembangkan dengan metode berpikir induktif, dari hal-hal yang khusus ke hal yang umum.

Paragraf Campuran (Deduktif-Induktif)
       Pada paragraf ini kalimat topik ditempatkan pada bagian awal dan akhir paragraf. Dalam hal ini kalimat terakhir berisi pengulangan dan penegasan kalimat pertama. Pengulangan ini dimaksudkan untuk lebih mempertegas ide pokok. Jadi pada dasarnya paragraf campuran ini tetap memiliki satu pikiran utama, bukan dua.

Paragraf Tersebar
      Paragraf ini tidak mempunyai kalimat utama, berarti pikiran utama tersebar di seluruh kalimat yang membangun paragraf tersebut. Bentuk ini biasa digunakan dalam karangan berbentuk narasi atau deskripsi.



DAFTAR PUSTAKA
Irawan, yudi (dkk). 2007. Aktif dan Kreatif Berbahasa Indonesia. Jakarta : Pusat Perbukuan




LEMBAR PENILAIAN


LP 1: KOGNITIF PROSES
PEDOMAN PENSKORAN LKS 1

No.Komponen Deskriptor Skor Bobot Skor x Bobot
1.Menemukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam  paragrafa.Dapat menemukan kalimat utama  dan kalimat penjelas pada semua paragraf
b.Hanya dapat menemukan kalimat utama  dan  kalimat penjelas pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menemukan  kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf.
2


1


0
5
2.Menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktifa.Dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraf
b.Hanya dapat menemukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menemukan  paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraph  


2


1

5
Jumlah





Catatan :  0 = Sangat kurang,  1  = kurang,   2 = baik 
Cara Pemberian Nilai
Rumus :
nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum)    X 100


LP 2: KOGNITIF PRODUK
PEDOMAN PENSKORAN LKS 2
No.Komponen Deskriptor Skor Bobot Skor x Bobot
1.Menentukan kalimat utama dan kalimat penjelas dalam  paragraf a.Dapat menentukan kalimat utama  dan kalimat penjelas pada semua paragrafb.Hanya dapat menentukan kalimat utama  dan  kalimat penjelas pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menentukan  kalimat utama dan kalimat penjelas dalam paragraf.
2


1


0
5
2.Menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif a.Dapat menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragrafb.Hanya dapat menentukan paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada beberapa  paragraf .
c.Tidak dapat menentukan  paragraf yang berpola deduktif dan induktif  pada semua paragraf


2


1

5
Jumlah





Catatan :  0 = Sangat kurang,  1  = kurang,   2 = baik 
Cara Pemberian Nilai
Rumus :
nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum)    X 100



LP 3 : PSIKOMOTOR
PEDOMAN PENSKORAN LKS 3

No.Komponen Deskriptor Skor Bobot Skor x Bobot
1.
Menjelaskan perbedaan paragraf deduktif dan induktif
a.Dapat menjelaskan dengan sangat jelas dengan bahasa yang efektif dan santun.b.Dapat menjelaskan, namun dengan terbata-bata.
c.Tidak dapat menjelaskan apa-apa.
3

2

0
5
Jumlah

  




Catatan :  0 = Sangat kurang,  2  = kurang,   3 = baik 
Cara Pemberian Nilai
Rumus :
nilai=(skor perolehan siswa)/(skor maksimum)    X 100

             
LP 4: AFEKTIF
PRERILAKU BERKARAKTER
Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :
A = sangat baik            B = memuaskan
C = Cukup baik            D = kurang baik

Format Pengamatan Perilaku Berkarakter

No.Rincian tugas kinerja 
Memerlukan perbaikan (D)
Menunjukkan kemajuan (C)Memuaskan (B)Sangat baik (A)
1.Tanggung jawab



2.Kritis



3.Disiplin






LP 5: AFEKTIF
PERILAKU KETERAMPILAN SOSIAL
Petunjuk :
Berikan penilaian atas setiap perilaku berkarakter siswa menggunakan skala berikut :
A = sangat baik            B = memuaskan
C = Cukup baik            D = kurang baik

Format Pengamatan Keterampilan Sosial

No.Rincian tugas kinerjaMemerlukan perbaikan (D)Menunjukkan kemajuan (C)Memuaskan (B)Sangat baik (A)
1.Berbahasa santun dan komunikatif  TinjuTinjuTinjuTinju
2.Partisipasi dalam (kerja sama) kelompok 



3.Membantu  teman yang kesulitan






Hari/Tanggal :

Guru/Pengamat


(…………………..)




MEDIA PEMBELAJARAN

Bacalah Kutipan Artikel Berikut!

Efek Rumah Kaca

         Segala sumber energi yang terdapat di bumi berasal dari matahari. Sebagian besar energi tersebut dalam bentuk radiasi gelombang pendek, termasuk cahaya tampak. Ketika mengenai permukaan bumi, energi berubah dari cahaya menjadi panas yang menghangatkan bumi. Permukaan bumi akan menyerap sebagian panas dan memantulkan kembali sisanya. Sebagian dari panas ini sebagi radiasi infra merah gelombang panjang ke angkasa luar. Namun, sebagian panas tetap terperangkap di atmosfer bumi akibat menumpuknya jumlah gas rumah kaca antara lain uap air, karbondioksida dan metana yang menjadi perangkap gelombang radiasi ini.gas-gas ini menyerap dan memantulkan kembali radiasi gelombang yang dipancarkan bumi. Akibatnya panas akan tersimpan di permukaan bumi. Hal tersebut terjadi berulang-ulang dan mengakibatkan suhu rata-rata  tahunan bumi terus meningkat.
       Gas-gas tersebut berfungsi sebagaimana kaca dalam rumah kaca. Dengan semakin meningkatnya konsenterasi gas-gas ini di atmosfer, semakin banyak panas yang terperangkap di bawahnya. Sebenarnya, efek rumah kaca ini sangat dibutuhkan oleh segala mahkluk hidup yang ada di bumi, karena tanpanya planet ini akan menjadi sangat dingin. Dengan temperatur rata-rata sebesar 15˚C (59˚F), bumi sebenarnya telah lebih panas 33˚C (59˚F) dengan efek rumah kaca (tanpanya suhu bumi hanya -18˚C sehingga es akan menutupi seluruh permukaan bumi). Akibatnya jumlah gas-gas tersebut telah berlebihan di atmosfer, pemanasan global menjadi akibatnya.
       Kenaikan suhu global diperkirakan akan menyebabkan perubahan-perubahan.misalnya naiknya permukaan air laut, meningkatnya intensitas fenomena cuaca yang ekstrim, serta perubahan jumlah dan pola presipitasi. Akibat-akibat pemanasan global yang lain adalah terpengaruhnya hasil pertanian, hilangnya gletser dan punahnya berbagai jenis hewan
       Beberapa hal yang masih diragukan para ilmuwan adalah jumlah pemanasan yang diperkirakan akan terjadi pada masa depan dan bagaimana pemanasan serta perubahan-perubahan yang terjadi tersebut akan bervariasi dari satu daerah ke daerah yang lain. Hingga saat ini masih terjadi perbedaan politik dan publik di dunia mengenai tindakan yang harus dilakukan untuk mengurangi atau membalikkan pemanasan lebih lanjut. Sebagian besar Negara-negara di dunia telah menandatangani dan meratifikasi Protokol Kyoto yang mengarah pada pengurangan emisi gas-gas rumah kaca.

                                                                                                                          Kendari,  Desember 2011



Guru Pamong                                                                                           Mahasiswa KKP                                                                      

HARLINA, S.Pd                                                                                     A R I S
NIP  19760529 200701 2 012                                                                A1D1 07 105




Mengetahui,
Kepala SMA Kartika VII-2 Kendari


Drs. H. NP. DAHLAN




Puisi "MDS" 20

Ini Puisi Terpendek

Dengarlah!
"Aku usai dalam usia"

090512

Inspirasi "MDS" 4

Dalam hati setiap orang ada kebutuhan untuk ingin dicintai dan disayangi tanpa harus diperiksa dahulu apakah ia pantas menerimanya atau tidak. Maka sayangilah dan cintailah orang-orang yang ada di sekelilingmu tanpa harus memandang siapa si penerima. Niscaya dirimu pun akan disayangi dan dicintai tanpa dilihat apakah kau pantas menerima atau tidak. 

Inspirasi "MDS" 3

Sayangilah seseorang atas dasar siapa dirinya sekarang, bukan atas dasar siapa dirinya seblum ini.
Dan cintailah seseorang karena hatinya, bukan karena parasnya semata.

Puisi "MDS" 19

Malam Lain

Ku peluk malam
dari geraian tawa angin
yang kedap di pojokan senja

peluh yang asin
terkesiap di balik pelepah rindu
yang konon punya cerita tentang ombak dan angin

semisal hati yang terpasung jauh dari rahim
lalu sujud di pundak tanah tak berinisial


Kamar Pribadi, 070512

Inspirasi "MDS" 2

Tak perlu seribu warna untuk mencipta pelangi di langitmu
cukup satu, Mimpimu!

Puisi "MDS" 18

Menurutmu?

Perlukah aku belajar mengeja rindu pada hatimu?
semisal kanakku belajar mengenal alfabet di lisan Ayah
sementara kau, mengunci lidah di rahim katamu


Kendari, 100512

Puisi "MDS" 17

Hai, Hujan!

Kisah apa yang dikirimkan Tuhan padamu
Sepagi ini kau sudah wujud di serambi manusia
Adakah aku menjadi bagian pada alirmu?
Untuk melupa masa lalu
dan menisankannya pada jejak yg renta

Jendela Kamar, 18 Mei 2012

Motivasi "MDS" 3

Jangan pernah ragu untuk memulai dari sesuatu yang kecil dan dengan orang-orang yang sedikit, yang penting ada komitmen dan kekonsistenan terhadap komitmen itu. Yakin dan percaya, sesuatu yang besar akan bisa kita wujudkan.

Motivasi "MDS" 2

Bila Anda tak pernah melakukan kesalahan sama sekali, ada baiknya Anda melihat lagi langkah Anda, jangan-jangan Anda tidak melangkah setapak pun. Bila Anda tak pernah mengalami kegagalan sama sekali, ada baiknya Anda memeriksa lagi perjalanan Anda, jangan-jangan Anda tidak melakukan usaha sama sekali. Kesalahan dan kegagalan memang dua hal yang tak mengenakkan sama sekali, namun orang yang optimis lebih banyk belajar dari kesalahan dan kegagalan daripada keberhasilan. Kesalahan dan kegagalan adalah kawan terbaik yang mengatakan secara samar apa yg harus Anda kerjakan. Karena di balik kesalahan dan kegagalan tersimpan kesempatan yang tersembunyi. 

Inspirasi "MDS" 1

Letakkan diri kita layaknya orang lain, jika kita merasa hal yang kita lakukan itu akan menyakiti diri kita, maka berarti hal tersebut juga akan menyakiti orang lain.

Motivasi "MDS" 1

Keberhasilan tidak diukur dengan apa yang telah Anda raih, namun dari kegagalan yang telah Anda hadapi dan keberanian yang membuat Anda tetap berjuang melawan rintangn yang datang terus menerus.

Puisi "MDS" 16

Tanya yang Luka

Apakah sebuah penantian itu akan selalu menerma jawaban
sementara tak ada satupun celah yang tampak
bahkan luka pun enggan untuk menganga
mungkin kepergian adalah jawabannya,
tapi mungkin juga tidak!
sebab merah hati terlanjur membiru
tenggelam dalam racikan kepedihan
melepuh,
bahkan bernanah
menanti dua pasang mata yang memicing

Kdi, 14 April 2010




Puisi "MDS" 13

Indahnya Persetubuhanku


Malam-malamku adalah malam bercintaku dengan kekasihku
Menjauhi pria-pria dengan harum tubuh yang kadang-kadang membuatku mual
Aku selalu melenggak-lenggok di hadapan kekasihku
Menumpahkan segala birahiku sampai tiitik orgasme tertinggi
dan kekasihku hanya terbaring diam dengan tubuhnya yang telanjang bulat
Aku mungkin memang binatang jalang dari kumpulan yang terbuang
Tapi aku tak pernah menciptakan masa-masa genosida pada janin-janin yang akan kulahirkan nanti
Aku tak peduli mereka bilang apa tentangku
Karena badan kekasihku lebih menggoda daripada dada-dada bidang para pria itu
Rayuan kekasihku untuk mendekatinya lebih manis dari rayuan pria-pria dengan tampilan necis itu
Aku tak peduli pada mereka
Karena aku cukup puas bercumbu dengan kekasihku
bahkan aku rela bersetubuh dengannya di sepanjang malamku
karena bunyi penaku di atas tubuhnya yang putih bersih lebih menggoda daripada pelukan pria yang kata orang menghangatkan itu
Aku tak peduli mereka bilang apa tentangku
karena aku justru lebih bahagia bila bisa mengumpat mereka di atas tubuh kekasihku
Karena kekasihku pun tak akan pernah menolakku
jika kusetubuhi dia dengan setiap birahi liarku
sampai nanti aku mencapai masa menopauseku pada puisi


Kendari
100410

Ringkasan teori Strukturalisme

A. Ringkasan materi

 BAB IV
TEORI-TEORI STRUKTURALISME

     Teori Sastra, khususnya sejak awal abad ke-20 berkembang dengan sangat pesat yang kemudian memicu perkembangan genre sastra. Pada dasarnya, fungsi karya sastra adalah untuk melukiskan, mencerminkan kehidupan manusia, sedangkan kehidupan manusia itu sendiri selalu mengalami perkembangan. Dalam hubungan inilah diperlukan genre yang berbeda, dalam hubungan ini pula diperlukan teori yang berbeda untuk memahaminya. Strukturalisme, yang telah berhasil untuk memasuki hampir seluruh bidang kehidupan manusia, dianggap sebagai salah satu teori modern yang berhasil membawa manusia pada pemahaman secara maksimal. Secara historis, perkembangan strukturalisme terjadi melalui dua tahap, yaitu: formalisme dan strukturalisme dinamik. Meskipun demikian, dalam perkembangannya juga terkandung ciri-ciri khas dan tradisi intelektual yang secara langsung merupakan akibat perkembangan strukturalisme. Oleh karena itu pada bagian berikut akan dibicarakan prinsip-prinsip antarhubungan, strukturalisme semiotik, strukturalisme genetik, dan strukturalisme naratologi.



4.1 Prinsip-Prinsip Antarhubungan
     Dalam strukturalisme konsep fungsi memegang peranan penting. Artinya, unsur-unsur sebagai ciri khas teori tersebut dapat beperan secara maksimal semata-mata dengan adanya fungsi, yaitu dalam rangka menunjukkan antarhubungan unsur-unsur yang terlibat. Unsur-unsur memiliki fungsi yang berbeda-beda, dominasinya tergantung pada jenis, konvensi, dan tradisi sastra. Unsur-unsur pada gilirannya memiliki kapasitas untuk melakukan reorganisasi dan regulasi diri, membentuk dan membina hubungan antarunsur. Sesuai dengan proposisi Durkheim (Jhonson, 1988: 168) mengenai masyarakat, maka dalam karya, totalitas selalu lebih besar dan lebih berarti dari jumlah unsurnya. Kualitas karya dinilai dalam totalitasnya, bukan akumulasi unsurnya.Unsur tidak memiliki arti dalam dirinya sendiri (hanya berfungsi sebagai agregasi), unsur dapat dipahami semata-mata dalam proses antarhubungannya. Dunia kehidupan merupakan totalitas fakta sosial, bukan totalitas benda. Dan hubungan yang terbentuk tidak semata-mata bersifat positif, melainkan juga negatif, seperti konflik dan pertentangan.
     Sebagai kualitas totalitas, antarhubungan merupakan energi, motivator terjadinya gejala yang baru, mekanisme yang baru, yang pada gilirannya menampilkan makna-makna yang baru. Mekanisme antarhubungan di atas dianggap sebagai pergeseran yang signifikan dan fundamental, yaitu dari struktur yang otonom ke arah relevansi fungsi karya sebagai sistem komunikasi.
    Artinya karya tidak dapat diisolasi, karya mesti dikondisikan sebagai fakta kemanusiaan sehingga memungkinkan untuk mengoperasikan secara maksimal berbagai saluran komunikasi yang terkandung di dalamnya.
     Melalui tradisi formalis, khususnya tradisi strukturalisme, ciri-ciri antarhubungan memperoleh tempat yang memadai. Di mana antarhubungan merupakan sistem jaringan yang mengikat sekaligus memberikan makna terhadap gejala-gejala yang ditangkap. Dalam hal ini, relevansi prinsip-prinsip antarhubungan dalam analisis karya sastra, di satu pihak mengarahkan peneliti agar secara terus menerus memperhatikan setiap unsur sebagai bagian yang tak terpisahkan dengan unsur-unsur yang lain. Dan di pihak yang lain, antarhubunganlah yang menyebabkan sebuah karya sastra, sutu masyarakat, dan gejala apa saja agar memiliki arti yang sesungguhnya.

4.2 Teori Formalisme
      Secara historis, kelahiran formalisme dpicu oleh paling sedikit tiga faktor, sebagai berikut.
1.  Formalisme lahir sebagai akibat penolakannya terhadap paradigma positivisme abad ke-19 yang memegang teguh prinsip-prinsp kausalitas, dalam hubungan ini sebagai reaksi terhadap studi biografi.
2. Kecenderungan yang terjadi dalam ilmu humaniora, di mana terjadinya pergeseran dari paradigma diakronis ke sinkronis.
3.  Penolakan terhadap pendekatan tradisional yang selalu memberikan perhatian terhadap hubungan karya sastra dengan sejarah, sosiologi, dan psikologi.
      Dikaitkan dengan tradisi keilmuan secara luas, Ian Craib (1994: 156-157) menunjuk beberapa disiplin yang dianggap aebagai awal perkembangan formalisme. Bidang filsafat, Immanuel Kant (1724-1808), mulai mempertimbangkan kemampuan manusia untuk memahami keteraturan dunia. Melalui aliran kritisisme, Kant memadukan rasionalisme dengan empirisme. Artinya, di satu pihak Kant mempertahankan kualitas objektivitas dan keniscayaan pengertian, di pihak yang lain juga menerima pengertian yang bertolak dari gejala-gejala. Sudut pandang yang lain, (Scholes, 1977: 7-9) menganggap konsep unsur terkandung dalam hermeneutika, khususnya melalui paradigma Schleiermacher dan Dilthey, dengan anggapan bahwa sebuah karya seni harus dipahami melalui hubungan antara bagian-bagian dengan keseluruhannya. Dalam bidang antropologi budaya, Emile Durkheim (1858-1917), dengan ide solidaritas dan integrasi sosial, memandang hubungan individu dengan masyarakat sebagai suatu sistem, dalam struktur sosial. Paradigma baru dalam ilmu bahasa, dikemukakan oleh Fedinand de Saussure yang lahir di Swiss (1857-1913), khususnya melalui karyanya yang berjudul Cours de linguistique  generale (1916), yang selanjutnya dianggap sebagai bapak strukturalisme, menmpilkan pergeseran yang radikal untuk menganalisis bahasa sebagai sistem, makna hanya dapat dipahami melalui mekanisme relasionalnya.
     Sebagai sistem komunikasi, formalisme menyampaikan informasi melalui tanda-tanda bahasa itu sendiri. Secara etimologis formalisme berasal dari kata forma (Latin), yang berarti bentuk atau wujud. Formalisme mengutamakan pola-pola suara dan kata-kata formal, bukan isi, oleh karena itulah, cara kerjanya disebut metode formal.
Peletak dasar formalisme adalah kelompok formalis Rusia, yang terdiri atas pakar sastra dan linguistik. Ada dua pusat kegiatan, yaitu:
a)    Lingkaran Linguistik Moskow yang didirikan tahun 1915 oleh Roman Jakobson, Petr Bogatyrev, dan Grigorii Vinokur
b)    Mazhab Opojaz  (Masyarakat Studi Puitika Bahasa) Leningrad yang didirikan tahun 1916 oleh Boris Eichenbaum, Victor Sklovski, Osip brik, dan Lev Iakubinskii (Nina Kolesnikoff dalam Irena R Makaryk, ed., 1993: 53)
      Tujuan pokok formalisme adalah studi ilmiah tentang sastra, dengan cara meneliti unsur-unsur kesastraan, puitika, asosiasi, oposisi, dan sebagainya. Metode yang digunakan, baik dalam tradisi formalisme maupun sesudah menjadi strukturalisme, bahkan sesudah strukturalisme, adalah metode formal yaitu tidak merusak teks, juga tidak mereduksi, melainkan merekonstruksi dengan cara memksimalkan konsep fungsi, sehingga menjadikan teks sebagai suatu kesatuan yang terorganisasikan.
      Prinsip dan sarana inilah yang mengarahkannya pada konsep sistem dan akhirnya ke konsep struktur.
Oleh karena itulah, menurut Luxemburg, dkk. (1984: 350) formalisme dianggap sebagai peletak dasar ilmu sastra modern. Menurut jean Piaget, ada tiga dasar strukturalisme, yaitu:
a)    Kesatuan, sebagai koherensi internal
b)    Transformasi, sebagai pembentukan bahn-bahan baru secara terus-menerus
c)    Regulasi diri, yaitu mengadakan perubahan dengan kekuatan dari dalam.
     Penerapan strukturalisme dalam disiplin linguistik yang dipelopori oleh Ferdinand de Saussure, melalui mazhab Jenewa, merupakan langkah yang sangat maju dalam rangka mengarahkan teori tersebut sebagai teori modern selanjutnya. Konsep dasar yang ditawarkan adalah perbedaan yang jelas, dikotomi antara
a)   Signifiant (bentuk, bunyi, lambang, penanda) dan signife (yang diartikan, yang ditandakan, yang dilambangkan, petanda)
b)   Parole (tuturan, penggunaan bahasa individual) dan langue (bahasa yang hukum-hukumnya telah disepakati bersama)
c)  Sinkroni (analisis karya-karya sezaman) dan diakroni (analisis karya dalam perkembangan kesejarahannya)

      Sejumlah istilah dan konsep yang secara khas disumbangkan oleh kelompok formalisme, diantaranya: kesastraan, bentuk dan isi, febula dan sjuzet, otomatisasi dan defamiliarisasi. Hakikat kesastraan (literariness) merupakan ciri-ciri umu kelompok formalis.
Menurutnya, meskipun pada dasarnya tidak ada perbedaan secara intrinsik antara bahasa sastra dengan bahasa sehari-hari, tetapi dengan cara mengadakan penyusunan kembali, dengan mempertimbangkan fungsinya dalam suatu struktur, maka bahasa sastra akan berbeda dengan bahasa biasa. Febula dan sjuzet merupakan konsep formalis yang paling terkenal. Cerita dan pencitraan, cerita dan plot, dianggap sebagai konsep kunci dalam membedakan karya sastra, khususnya sastra naratif, dengan sejarah dan peristiwa sehari-hari. Febula disebut konstituen plot karena merupakan bahan kasar, kejadian yang tersusun secara kronologis. Dan sjuzet mengorganisasikan keseluruhan kejadian ke dalam struktur pencitraan.


4.3 Teori Strukturalisme Dinamik
       Secara etimologis struktur berasal dari kata structura, bahasa Latin, yang berarti bentuk atau bangunan. Asal  muasal strukturalisme dapat dilacak dalam Poetica Aristoteles, dalam kaitannya dengan tragedi, lebih khusus lagi dalam pembicaraannya mengenai plot. Konsep plot harus memiliki ciri-ciri yang terdiri atas kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan (Teeuw, 1988: 121-134). 
      Menurut Teeuw (1988: 131), khususnya dalam ilmi sastra, strukturalisme berkembang melalui tradisi formalisme. Artinya, hasil-hasil yang dicapai melalui tradisi formalis sebagian besar dilanjutkan dalam strukturalis.
       Secara defenitif strukturalisme mulai dengan lahirnya ketidakpuasan dan berbagai kritik atas formalisme. Sejarah strukturalisme, demikian juga sejarah teori pada umumnya adalah sejarah proses intelektualitas. Menurut Kuhn (1962), sejarah tersebut dibangun atas dasar kekuatan evolusi sekaligus revolusi.
Tokoh-tokoh penting strukturalisme, di antaranya: Roman Jakobson, Jan Mukarovsky, Felix Vodicka, Rene Wellek, Jonathan Culler, Robert Scholes, dan sebagainya. Jakobson sekaligus merupakan tokoh formalis, strukturalisme Ceko, strukturalisme di Amerika Serikat, dan strukturalisme modern pada umumnya. Teori Jakobson (Teeuw, 1988: 53), yang terdiri atas enam faktor (addresser, addressee, context, message, contact, dan code) dengan enam fungsi (emotive, conative, referential, poetic, phatic, dan metalingual), meskipun banyak ditolak, tetapi sangat relevan dalam kaitannya dengan pemahaman fungsi-fungsi puitika bahasa.
     Secara defenitif strukturalisme berarti paham mengenai unsur-unsur, yaitu struktur unsur itu sendiri, dengan mekanisme antarhuungannya, di satu pihak antarhubungan unsur yang satu dengan yang lainnya, di pihak yang lain hubungan antara unsur-unsur dengan totalitasnya.
     Hubungan tersebut tidak semata-mata bersifat positif, seperti keselarasan, kesesuaian, dan kesepahaman, tetapi juga negatif, seperti konflik dan pertentangan. Lahirnya strukturalisme dinamik didasarkan atas kelemahan-kelemahan strukturalisme sebagaimana yang dianggap sebagai perkembangan kemudian formalisme. Strukturalisme dinamik dimaksudkan sebagai penyempurnaan strukturalisme yang semata-mata memberikan intensitas terhadap struktur intrinsik, yang dengan sendirinya melupakan aspek-aspek ekstrinsiknya. Strukturalisme dinamik mula-mula dikemukakan oleh Mukarovsky dan felix Vodicka (Fokkema, 1977: 31). Menurutnya, karya sastra adalah proses komunikasi, fakta semiotik, terdiri atas tanda, struktur, dan nilai-nilai. Karya seni adalah petanda yang memperoleh makna dalam kesadaran pembaca. Oleh karena itulah, karya seni harus dikembalikan pada kompetensi penulis, masyarakat yang menghasilkannya, dan pembaca sebagai penerima. Di dalam analisis fiksi, kerangka strukturalisme diperlukan adanya suatu keteraturan, suatu pusat yang pada gilirannya akan melahirkan saluran-saluran komunikasi, kerangka dan model-model analisis yang dikemukakan oleh para kritikus sastra. Sebaliknya, dalam kerangka analisis sastra kontemporer model analisis dengan prinsip-prinsip prostrukturalisme memprasyaratkan pemahaman yang tidak harus dilakukan melalui suatu kerangka analisis yang sudah baku.


     Di fakultas Sastra, Universitas Udayana, misalnya Made Sukada, melalui dua buah bukunya yang berjudul Pembinaan Kritik Sastra Indonesia: Masalah Sistematika Analisis Struktur Fiksi (1987) dan Beberapa Aspek tentang Sastra (1987) mengemukakan sistematika analisis fiksi yang terdiri atas:
1.    Aspek Ekstrinsik (historis, sosiologis, psikologis, filosofis religius)
2.    Aspek Intrinsik
a)    Elemen-elemen cipta sastra
1)    Insiden
2)    Plot
3)    Karakterisasi
b)    Teknik cerita
c)    Komposisi cerita
d)    Gaya bahasa

4.4 Teori Semiotika
      Semiotika berbeda dengan formalisme dan strukturalisme. Perbedaannya, konsep struktur selama berabad-abad hilang dalam tradisi sejarah intelektual Barat, sebaliknya kinsep mengenai tanda tetap dibicarakan. Menurut Noth (ibid., 11) ada empat tradisi yang melatarbelakangi kelahiran semiotika, yaitu semantik, logika, retorika, dan hemaneutika. Culler (1977: 6) menyebutkan strukturalisme dan semiotika sebagai dua teori yang identik, strukturalisme memusatkan perhatian pada karya sedangkan semiotika pada tanda. Secara defenitif, menurut Paul Cobley dan Litza Janz (2002: 4) semiotika berasal dari kata seme, bahasa Yunani, yang berarti penafsir tanda. Literatur lain menjelaskan bahwa semiotika berasal dari kata semeion, yang berarti tanda. Dalam pengertian lebih luas, sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya terhadap kehidupan manusia. Dilihat dari segi cara kerjanya, maka terdapat:
a)    Sintaksis semiotika, yaitu studi dengan memberikan intensitas hubungan tanda dengan tanda-tanda yang lain
b)    Semantik semiotika, studi dengan memberikan perhatian pada hubungan tanda dengan acuannya
c)    Pragmatik semiotika, studi dengan memberikan perhatian pada hubungan antara pengirim dan penerima.
Dilihat dari faktor yang menentukan adanya tanda, maka tanda dibedakan sebagai berikut.
1)    Representamen, ground, tanda itu sendiri, sebagai perwujudan gejala umum:
a)    qualisigns, terbentuk oleh kualitas: warna hijau,
b)    sinsigns, tokens, terbentuk melalui ralitas fisik: rambu lalu lintas,
c)    legisigns, types, berupa hukum: suara wasit dalam pelanggaran

2)    Object (designatum, denotatum, referent), yaitu apa yang diacu:
a)    Ikon, hubungan tanda dan objek karena serupa, misalnya foto,
b)    Indeks, hubungan tanda dan objek karena sebab akibat, seperti: asap dan api,
c)    Simbol, hubungan tanda dan objek karena kesepakatan, seperti bendera.
3)    Interpretant, tanda-tanda baru yang terjadi dalam batin penerima:
a)    Rheme, tanda sebagai kemungkinan: konsep,
b)    Dicisigns, dent signs, ictanda sebagai fakta: pernyataan deskriptif,
c)    Argument, tanda tampak sebagai nalar: proposisi.
     Dikaitkan dengan pelopornya, maka dalam semiotika trdapat dua aliran utama, yaitu Saussure dan Peircean. Menurut Aart Van Zoest (1993: 5-7), dikaitkan dengan bidang-bidang yang dikaji, pada umumnya semiotika dapat dibedakan paling sedikit menjadi tiga aliran, sebagai berikut.
1.    Aliran semiotika komunikasi, dengan intensitas kualitas tanda dalam kaitannya dengan pengirim dan penerima, tanda yang disertai dengan maksud, yang digunakan sebagai cadar, sebagai signal, seperti rambu-rambu lalu lintas, dipelopori oleh Buyssensm Prieto, dan Mounin.
2.    Aliran semiotika konotatif, atas dasar ciri-ciri denotasi kemudian diperoleh makna konotasinya, arti pada bahasa sebagai sistem model kedua, tanda-tanda tanpa maksud langsung, sebagai symtom, di samping sastra juga diterapkan dalam berbagai bidang kemasyarakatan, dipelopori oleh Roland Barthes.
3.    Aliran semiotika ekspansif, diperluas dengan bidang psikologi (Freud) dan sosiologi (Marxis), termasuk filsafat, dipelopori oleh Julia Kristeva.
Ada banyak cara yang ditawarkan dalam rangka menganalisis karya sastra semiotis. Cara yang paling umum adalah dengan menganalisis karya melalui dua tahapan sebagaimana ditawarkan oleh Wellek dan Warren (1962), yaitu:
a)    Analisis intrinsik (analisis mikrostruktur)
b)    Analisis ekstrinsik (analisis makrostruktur)
Cara yang lain, sebagaimana dikemukakan oleh Abrams (i976: 6-29), dilakukan dengan menggabungkan empat aspek, yaitu:
a)    Pengarang (ekspresif)
b)    Semestaan (mimetik)
c)    Pembaca (pragmatik)
d)    Objektif (karya sastra itu sendiri)


4.4.1 Bidang-Bidang Penerapan
Sebagai ilmu, semiotika berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia, baik tanda verbal maupun nonverbal. Sebagai pengetahuan praktis, pemahaman terhadap keberadaan tanda-tanda, khususnya yang dialami dalam kehidupan sehari-hari berfungsi untuk meningkatkan kualitas kehidupan melalui efektivitas dan efesiensi energi yang harus dikeluarkan.
Semiotika kontemporer yang cukup berwibawa adalah Umberto Eco, lahir di Italia tahun 1932. Menurut Eco (1979: 7) semiotika berhubungan dengan segala sesuatu yang secara signifikan dapat menggantikan sesuatu yang lain yang tidak harus eksis atau hadir secara aktual. Jadi, semiotika adalah ilmu yang mempelajari segala sesuatu yang dapat digunakan untuk berbohong.
Dengan adanya tanda-tanda sebagai ciri khas yang meliputi seluruh kehidupan manusia, maka bidang penerapan semiotika pada dasarnya tidak terbatas. Penerapan semiotika dalam ilmu sastra jelas merupakan masalah tersendiri, dengan pertimbangan bahwa bahasa dianggap sebagai salah satu sistem tanda  yang sangat kompleks. Eco (1979: 9-14) menyebutkan beberapa bidang penerapan yang dianggap relevan, diantaranya:
1)    Semiotika hewan; masyarakat nonhuman,
2)    Semiotika penciuman,
3)    Semiotika komunikasi dengan perasa,
4)    Semiotika pencicipan, dalam masakan,
5)    Semiotika paralinguistik, suprasegmental,
6)    Semiotika medis, termasuk psikiatri,
7)    Semiotika kinesik, gerakan,
8)    Semiotika musik,
9)    Semiotika bahasa formal: Morse, aljabar,
10)    Semiotika bahasa tertulis: alfabet kuno,
11)    Semiotika bahasa alamiah,
12)    Semiotika komunikasi visual,
13)    Semiotika benda-benda,
14)     Semiotika struktur cerita,
15)     Semiotika kode-kode budaya,
16)    Semiotika estetika dan pesan
17)    Semiotika komunikasi massa,
18)    Semiotika retorika,
19)    Semiotika teks. 
     Meskipun demikian, menurut Aart van Zoest (1993: 102-151), secara akademis semiotika dianggap sesuai diterapkan pada beberapa disiplin, seperti: arsitektur, perfilman, sandiwara, musik, kebudayaan, interaksi sosial, psikologi, dan media massa.


4.4.2 Semiotika Sastra
       Secara ringkas dan kasar yang dimaksud dengan kebudayaan adalah keseluruhan aktivitas manusia. Sebagian besar, bahkan keseluruhan aktivitas manusia pada dasarnya dilakukan melalui bahasa, baik bahasa lisan maupun tulisan. Sedangkan bahasa itu sendiri adalah sistem tanda. Menurut Noth (1990: 42), tanda bukanlah kelas objek, tanda-tanda hadir hanya dalam pikiran penafsir. Tidak ada tanda kecuali jika diinterpretasikan sebgai tanda. Lebih jauh, menurut Rthur Asa Berger (2000), sebagai ilmu, semiotika termasuk ilmu imperialistik, sehingga dapat diterapkan pada berbagai bidang yang berbeda, ternasuk gejala-gejala kebudayaan kontemporer. Secara defenitif tanda adalah sembarang apa yang mengatakan tentang sesuatu yang lain dari pada dirinya sendiri.
      Tanda-tanda sastra tidak terbatas pada teks tertulis. Hubungan antara penulis, karya sastra, dan pembaca menyediakan pemahaman mengenai tanda yang sangat kaya. Sastra dalam bentuk karya atau naskah juga mengandung makna tanda-tanda, sebagai tanda-tanda nonverbal. Dalam sastra, sistem simbol yang terpenting adalah bahasa. Tanda bahasa dalam sastra sangat banyak. Simbol dapat dianalisis melalui suku kata, kata, kalimat, alinea, bab, dan seterusnya, bahkan juga melalui tanda baca dan huruf, sebagaimana ditemukan dalam analisis gaya bahasa. Menurut van Zoest (1993: 75) sistem simbol juga dapat dianalisis dengan memanfaatkan fokalisasi. Sebagaimana prasyarat komunikasi, Edmund Leach (1976: 15-16), membedakan antara simbol dengan tanda dan sinyal. Sinyal

Menunjukkan hubungan dua gejala secara mekanis dan otomatis. Simbol ditandai oleh dua ciri, yaitu:
a)    Antara penanda dan petanda tak ada hubungan intrinsik sebelumnya,
b)    Penanda dan petanda merupakan konteks kultural yang berbeda.
Ciri-ciri tanda,
c)    Ada hubungsn intrinsik sebelumnya
d)     Termasuk ke dalam konteks kultural yang sama.


4.4.3 Semiotika Sosial
      Semiotika sosial, menurut salah seorang pelopornya, yaitu Halliday (1992: 3-8), adalah semiotika itu sendiri, dengan memberikan penjelasan lebih detail dan menyeluruh tentang masyarakat sebagai makrostruktur. Semiotika sosial memiliki imlikasi lebih jauh dalam kaitannya dengan hakikat teks sebagai gejala yang dinamis. Implikasi lebih jauh terhadap semiotika sosial sebagai ilmu, teks dan konteks sebagai objek adalah metode yang harus dilakukan dalam pemahaman.

     Dalam kaitannya dengan semiotika sosial, Halliday 91992: 16-180 mendeskripsikan tiga model hubungan teks, yaitu:
a)    Medan, sebagai ciri-ciri semantis teks,
b)    Pelaku, yaitu orang-orang yang terlibat,
c)    Sarana, yaitu ciri-ciri yang diperankan oleh bahasa.
Sebagai kajian akademis, semiotika dimaksudkan sebagai langkah-langkah dalam memanfaatkan sistem tanda bahasa dan sastra sekaligus kaitannya dengan kenyataan di luarnya, yaitu masyarakat itu sendiri. Dalam hubungan ini jelas akan tumpang tindih dengan sosiologi sastra. Perbedaannya, semiotika sosial tetap berangkat dari sistem tanda, dengan sendirinya dengan memanfaatkan teori-teori semiotika, sedangkan sosiologi sastra berangkat dari asumsi-asumsi dasar hubungan sastra dengan masyarakat, saling mempengaruhi di antara keduanya, dan sebagainya. Teori yang digunakan adalah teori-teori sosiologi sastra. Sebagai teori imperial, semiotika jelas digunakan dalam sosiologi sastra, demikian juga sebaliknya, analisis semiotika sosial jelas dibantu oleh teori-teori sosiologi sastra.
   
 
4.5 Teori Strukturalisme Genetik

        Strukturalisme genetik ditemukan oleh Lucian Goldmann, seorang filsuf dan sosiolog Rumania-Perancis. Teori tersebut dikemukakan dalam bukunya yang berjudul The Hidden God: a Study of Tragic Vision in the Pensees of Pascal and the Tragedies of Racine, dalam bahasa Perancis terbit pertama kali 1956. Sebagai seorang strukturalis, Goldmann sampai pada kesimpulan bahwa struktur mesti disempurnakan menjadi struktur bermakna, di mana setiap gejala memiliki arti apabila dikaitkan dengan struktur yang lebih luas, demikian seterusnya sehingga setiap unsur menopang totalitasnya.
Secara defenitif strukturalisme genetik adalah analisis struktur dengan memberikan perhatian terhadap asal-usul karya. Secara ringkas berarti bahwa strukturalisme genetik sekaligus memberikan perhatian terhadap analisis intrinsik dan ekstrinsik. Secara metedologis, dalam strukturalisme genetik Goldmann menyarankan untuk menganalisis karya sastra yang besar, bahkan suprakarya. Secara defenitif strukturalisme genetik harus menjelaskan struktur dan asal-usul struktur itu sendiri, dengan memperhatikan relevansi konsep homologi, kelas sosial, subjek transindividual, dan pandangan dunia. Dalam penelitian, langkah-langkah yang dilakukan, di antaranya:
a)    meneliti unsur-unsur karya sastra,
b)    hubungan unsur-unsur karya sastra dengan totalitas karya sastra
c)    meneliti unsur-unsur masyarakatnya yang berfungsi sebagai genesis karya sastra,
d)    hubungan karya sastra secara keseluruhan dengan masyarakatnya. 


4.6 Teori Strukturalisme Naratologi
Naratologi berasal dari kata narratio (bahasa Latin, berarti cerita, perkataan, kisah, hikayat) dan logos (ilmu). Naratologi juga disebut teori wacana (teks) naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai seperangkat konsep mengenai cerita dan pen (cerita) an. Naratologi berkembang atas dasar analogi linguistik, seperti model sintaksis, sebagaimana hubungan antara subjek, predikat, dan objek penderita.
 Narasi, baik sebagai cerita maupun penceritaan didefenisikan sebagai representasi paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan waktu. Narator atau agen naratif (Mieke bal, 2985: 119) didefenisikan sebagai pembicara dalam teks, subjek secara linguistis, bukan person, bukan pengarang.
Secara historis, menurut Marie-Laureryan dan van Alphen (Makaryk, ed., 1990: 110-114), naratologi dapat dibagi menjadi tiga periode sebagai berikut.
1.    Periode prastrukturalis (-hingga tahun 1960-an),
2.    Periode strukturalis (tahun 1960-an hingga tahun 1980-an), dan
3.    Periode pascastrukturalis (tahun 1980-an hingga sekarang).
Di bawah ini dibicarakan sedikit tentang beberapa naratolog yang dianggap mewakili zamannya, yaitu

4.6.1 Vladimir Lakovlevich Propp
      Propp (1985-1970) dianggap sebagai strukturalis pertama yang membicarakan secara serius struktur naratif, sekaligus memberikan makna baru terhadap dikotomi febula dan sjuzet. Propp menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama. Artinya, dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama. Menurut Propp (1987: 24-27; cf. Scholes, 1977: 60-73; junus, 1988: 62-72), dalam struktur naratif yang penting bukanlah tokoh-tokoh, melainkan aksi tokoh-tokoh yang selanjutnya disebut sebagai fungsi. Unsur yang dianalisis adalah motif (elemen), unit terkecil yang membentuk tema.


4.6.2 Claude Levi-Strauss
      Pendekatan yang hampir sama dengan Vladimir Propp dilakukan oleh Claude Levi Strauss, seorang antro[polog. Meskipun demikian, menurut Scholes (1977: 59-70; cf. Junus, 1988: 64-65) keduanya tetap berbeda. Pertama, apabila Propp memberikan perhatian pada cerita, Levi Strauss lebih banyak memberikan perhatian pada mitos. Kedua, apabila Propp menilai cerita sebagai kualitas estetis, Levi Strauss menilainya sebagai kualitas logis. Ketiga, apabila Propp menggunakan konsep fungsi sebagai istilah kunci, atas dasar asumsi linguistik seperti phone dan phoneme, Levi Strauss mengembangkan istilah myth dan mytheme. Keempat, berbeda dengan Propp yang memberikan perhatian pada naratif individual, Levi-Strauss memberikan perhatian terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongeng, baik secara bulat maupun fragmentaris. Menurutnya, mitos adalah naratif itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan tertentu.


4.6.3 Tzevetan Tadorov
Tzevetan Todorov (Fokkema dan Kunne-Ibsch, 1977: 69-70), yang dipengaruhi oleh Propp, Levi-Strauss, dan formalisme Rusia, di samping memperjelas perbedaan antara fabula dan sjuzet, juga mengembangkan konsep histoire dan discours, yang sejajar dengan fabula dan sjuzet. Dalam menganalisis tokoh-tokoh, Todorov menyarankan untuk melakukannnya melalui tiga dimensi, yaitu: kehendak, komunikasi, dan partisipasi. Dalam analisis mesti mempertimbangkan tiga aspek, yaitu:
a) aspek sintaksis, meneliti urutan peristiwa secara kronologis dan logis
b)aspek semantik, berkaitan dengan makna dan lambang, meneliti tema, tokoh, dan latar, dan
c) aspek verbal, meneliti sarana-sarana seperti sudut pandang, gaya bahasa, dan sebagainya.
Triadik di atas memiliki kesejajaran dengan retorika kuno yang dibedakan atas depositio (sintaksis), inventio (semantik), dan elutio (verbal), demikian juga linguistik modern yang dibedakan atas sintaksis, semantik, dan fonologi.

4.6.4 Algirdas Julien Greimas
    Naratologi greimas (Selden, 1986: 59-60: Culler, 1977: 77-87) merupakan kombinasi antara model paradigma Levi-Strauss dengan model sintagmatis Propp. Dengan memnfaatkan fungsi-fungsi yang ampir sama dengan Propp, Greimass memberikan perhatian pada relasi, menawarkan konsep yang lebih tajam, dengan tujuan yang lebih umum, yaitu tata bahasa naratif universal. Dengan menolak aturan, dikotomi yang kaku sebagaimana dipahami oleh strukturalisme awal, Greimas pada gilirannya lebih mementingkan aksi dibandingkan dengan pelaku.

      Tidak ada subjek di balik wacana, yang ada hanyalah subjek, manusia semu yang dibentuk oleh tindakan, yang disebut actans dan acteurs. Menurut Rimmon-Kenan (1983: 34-35), baik actans maupun acteurs dapat berarti suatu tindakan, tetapi tidak selalu harus merupakan manusia, melainkan juga nonmanusia.
Kemampuan Greimas dalam mengungkapkan struktur actans dan acteurs menyebabkan teori struktur naratologinya tidak semata-mata bermanfaat dalam menganalisis teks sastra melainkan juga filsafat, religi, dan ilmu sosial lainnya. Tiga puluh satu fungsi dasar analisis Propp disederhanakan menjadi dua puluh fungsi, yang kemudian dikelompokkan menjadi tiga struktur, yaitu struktur berdasarkan perjanjian, struktur yang bersifat penyelenggaraan, dan struktur yang bersifat pemutusan. Demikian juga tujuh ruang tindakan disederhanakan menjadi enam actans (peran, pelaku, para pembuat), yang dikelompokkan menjadi tiga pasangan oposisi biner, yaitu subjek dengan objek, kekuasaan dengan orang yang dianugerahi atau pengirim dengan penerima, dan penolong dengan penentang. Dan Rimmon-Kenan (1983: 34-35) melukiskan hubungan ke enam feaktor semula tersebut sebagai berikut.

Pengirim  > Objek   >  Penerima
                        ^
Penolong  > Subjek < Penentang

4.6.5 Shlomith Rimmon-Kenan
      Rimmon Kenan (1983: 1-5) juga menjelaskan bahwa wacana naratif meliputi keseluruhan kehidupan manusia. Meskipun demikian, ia hanya mencurahkan perhatiannya pada wacana naratif fiksi. Oleh karena itulah, ia mendefinisikan fiksi naratif sebagai urutan peristiwa fiksional. Berbeda dengan narasi lain, fiksi dengan demikian mensyaratkan:
a)    proses komunikasi, proses naratif sebagai pesan yang ditransmisikan oleh pengirim kepada penerima, dan
b)    struktur verbal medium yang digunakan untuk mentransmisikan pesan.
      Atas dasar pemahaman Gennete, Rimmon-Kenan membedakannya menjadi story, text, dan narration. Story menunjuk pada peristiwa-peristiwa, yang diabstraksikan dari disposisinya dalam text dan direkonstruksikan dalam orde kronologisnya, bersama-sama dengan partisipan dalam peristiwa tersebut. Apabila story merupakan urutan kejadian, text adalah wacana yang diucapkan atau ditulis, apa yang dibaca. Dalam hubungan ini jelas peristiwa tidak kronologis, dan keseluruhan narasi berada dalam perspektif vokalisasi. Narration adalah tindak atau proses produksi, yang mengimplikasikan seseorang, baik sebagai fakta maupun fiksi yang mengucapkan atau menulis wacana. Dalam fiksi disebut narrator.


B. Tanggapan dan Analisis

       Dari ulasan ringkasan materi Teori-Teori Strukturalisme di atas, maka saya akan memberikan tanggapan terhadap salah satu dari teori-teori tersebut yang kemudian saya gunakan pula dalam menganalisis salah satu cerpen yang berjudul “Rembulan Tak Datang Lagi” yang akan dibahas pada lembaran berikutnya, yakni teori Strukturalisme Genetik.
      Menurut saya, Teori Strukturalisme Genetik memiliki kelebihan yang dapat mempermudah seseorang atau dalam hal ini adalah kritikus sastra dalam menganalisis atau meneliti sebuah karya sastra. Karena meskipun teori ini dikembangkan atas dasar penolakan terhadap analisis strukturalisme murni tetapi teori ini tetap mempertahankan relevansi struktur yang memberikan perhatian terhadap analisis unsur intrinsik dan ekstrinsik yang membangun sebuah karya sastra dengan tanpa mengabaikan hubungan antara unsur-unsur tersebut dengan unsur-unsur s masyarakat dan totalitas karya sastra itu sendiri. Selain itu, teori strukturalisme genetik memiliki implikasi yang lebih luas dibandingkan dengan teori-teori sebelumnya dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu-ilmu kemanusiaan pada umumnya. Namun kembali pada hakikatnya sebuah teori yang lahir melalui ilmu tertentu yang berfungsi mengubah dan membangun pengetahuan menjadi ilmu pengetahuan berdasarkan perubahan peradaban manusia, maka tentunya teori ini memiliki kelemahan yang kemudian menyebabkan munculnya teori-teori baru yang tidak lain adalah berkembang dan menyempurnakan teori strukturalisme genetik ini dan teori-teori yang ada sebelumnya tentunya.    
               

 

Analisis Jeda Berita

BERITA 1
Siaran TV            : Trans 7           
Program Acara    : Reportase Pagi 
Pembawa Acara  : Rully Kurniawan & Lia kornelia
Hari / Tgl             : Minggu / 15 November 2009
Pukul                   : 06.00 WITA


Penjedaan Berita
Konser musik di Bandung Jawa Barat/menyibukkan anggota kepolisian//Satu per satu penonton yang dituding bikin onar/diamankan/keluar arena konser//Setelah itu polisi juga sibuk mengevakuasi penonton yang pingsan/di tengah lautan massa/penikmat konser musik//
Analisis Penjedaan
1. Konser musik di Bandung Jawa Barat/menyibukkan anggota kepolisian//
    Dilihat dari segi bahasa, jeda pada kalimat pertama ini adalah berfungsi untuk memisahakan antara frase pertama dengan frase kedua yang dalam penulisannya menggunakan tanda koma yang berfungsi untuk mengapit keterangan tambahan dan keterangan aposisi. Yang mana jika dipisahkan akan membentuk dua frase sebagai berikut :
a) Konser musik di Bandung Jawa Barat
b) Konser itu menyibukkan anggota kepolisian

     Oleh karena itu, pada tuturan kalimat tersebut diberikan jeda di antara keduanya oleh penutur agar dapat membentuk makna yang bisa dimengerti oleh penyimak.
Selain itu, dilihat dari tujuan/maksudnya, penjedaan yang diberikan oleh penutur tersebut bertujuan memberikan pemahaman/keterangan makna dari isi kalimat tersebut bahwa konser yang diadakan di Bandung Jawa Barat itu membuat anggota kepolisian menjadi sibuk. Sibuk dalam hal apa? Pastinya tidak lepas dengan tuturan-tuturan selanjutnya yang akan memberikan penjelasan tentang hal itu. Kalimat-kalimat tuturan yang dimaksud terdapat pada konteks kalimat penjedaan di atas tadi yang akan saya jelaskan selanjutnya nanti. Sehingga jelas bahwa jeda tersebut memiliki tujuan untuk memberikan pemahaman makna pada penyimak. Atau dengan kata lain, bertujuan mempermudah penyimak memahami maksud kalimat tersebut.

2) Satu per satu penonton yang dituding bikin onar/diamankan/keluar dari arena konser//   
      Penjedaan pada kalimat ini berfungsi sebagai penekanan kata (intonasi kata) untuk memberikan makna kalimat yang jelas bagi penyimak. Hal ini berhubungan dengan memahami unsur segmental dan unsur supra segmental pada sebuah kalimat. Sehingga makna kalimat tersebut tidak menjadi rancu dan dapat dimengerti oleh penyimak, yaitu satu per satu penonton yang dianggap membuat onar diamankan dan dikeluarakan dari arena konser.
     Karena jika penjedaan itu diletakkan seperti ini, satu per satu penonton yang dituding bikin/onar diamankan/keluar dari arena konser// maka maknanya akan berubah yaitu satu per satu penonton yang dituding oleh bikin membuat onar dikeluarkan dari arena konser.

3. Setelah itu polisi juga sibuk mengevekuasi penonton yang pingsan/di tengah lautan massa/penikmat konser musik//
     Penjedaan pada kalimat ketiga ini tidak bebeda jauh dengan yang ada pada kalimat kedua, yaitu berfungsi membedakan nada bicara, tekanan dan intonasi kalimat yang diucapkan oleh penutur. Sehingga memberikan makna yang dapat dimengerti oleh penyimak.



BERITA 2

Siaran TV            : TRANS 7
Program Acara    : Reportase Sore
Pembawa Acara  : Rully Kurniawan
Hari / Tgl             : Senin/16 November 2009
Pukul                    : 18.00 WITA



Penjedaan Berita
Setelah melakukan kunjungan kerja ke Malaysia/dan menghadiri KTT APEC di Singapura/presiden Yudhoyono bersama rombongan sekitar pukul 12.00 siang tadi/ mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma//Presiden kemudian langsung melakukan rapat tertutup dengan tiga MENKO/yakni MENKOPOLHUKAM Joko Suyanto/MENKO PEREKONOMIAN Hatta Radjarsa/dan MENKO KESRA Agung Laksono//Sementara soal rekomendasi Tim Independen Verifikasi Fakta dan Hukum untuk Bibit dan Candra/atau Tim Delapan/Presiden baru akan menerimanya besok pagi di Istana//

Analisis Penjedaan
1.  Setelah melakukan kunjungan kerja ke Malaysia/dan menghadiri KTT APEC di Singapura/presiden Yudhoyono bersama rombongan sekitar pukul 12.00 siang tadi/mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma//
      Penjedaan pada kalimat tersebut dilihat dari segi bahasa berfungsi memisahkan beberapa kalimat yang telah dibentuk menjadi satu kalimat sehingga menjadi satu kalimat yang runtut dan dapat dimengerti oleh penyimak dan memiliki keterkaitan satu sama lain. Hal itu dapat dijelaskan sebagai berikut yang juga sudah mencakup fungsi jeda memberikan pemahaman makna kalimat dari penutur bagi penyimak.
a)Jeda pada kalimat Setelah melakukan kunjungan keja ke Malaysia/dan menghadiri KTT APEC di Singapura/ menunjukkan makna bahwa setelah melakukan kunjungan kerja di Malaysia presiden juga menghadiri KTT APEC di Singapura.
b)Jeda pada kalimat, ….dan menghadiri KTT APEC di Singapura/presiden Yudhoyono bersama rombongan sekitar pukul 12.00 siang tadi/mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma//, menunjukkan makna bahwa setelah menghadiri KTT APEC presiden dan rombongan kemudian mendarat di Bandara Halim Perdana Kusuma sekitar pukul 12.00 siang. Jeda setelah kata tadi menunjukkan waktu terjadinya yaitu siang sebelum berita itu dihimpun oleh tim redaksi dan kemudian dibacakan oleh penutur dalam hal ini pembawa acara.

2. Presiden kemudian langsung melakukan rapat tertutup dengan tiga MENKO/yakni MENKOPOLHUKAM Joko Suyanto/MENKO PEREKONOMIAN Hatta Radjarsa/dan MENKO KESRA Agung Laksono//
     Dilihat dari segi bahasa, penjedaan yang dilakukan oleh penutur pada kalimat ini berfungsi menggantikan tanda koma yang dipakai di antara unsur-unsur dalam suatu pemerincian. Sehingga penyimak bisa memahami maksud dari penutur untuk menjelaskan siapa-siapa saja yang mengikuti rapat tertutup tersebut.

3. Sementara soal rekomendasi Tim Independen Verifikasi Fakta dan Hukum untuk Bibit dan Candra/atau Tim Delapan/Presiden baru akan menerimanya besok pagi di Istana//

     Penjedaan pada kalimat ini menunjukkan nada bicara, tekanan dan intonasi kalimat penutur sehingga penyimak mudah memahami maksud dari penutur. Hal ini berhubungan dengan unsur segmental dan supra segmental kalimat. Karena jika penjedaan penutur tersebut tidak seperti itu maka akan menimbulkan pemahaman makna yang rancu bagi penyimak. Atau dengan kata lain maknanya akan berubah. Contohnya, Sementara soal rekomendasi Tim Independen Verifikasi Fakta dan Hukum/untuk Bibit dan Candra atau Tim Delapan/Presiden baru akan menerimanya besok pagi di Istana//
    Maka makna yang sebelumnya adalah rekomendasi Tim Verifikasi Fakta dan Hukum untuk Bibit dan Candra yang juga disebut Tim Delapan yang akan diterima presiden besok paginnya, berubah menjadi rekomendasi Tim Verifikasi Fakta dan Hukum, menurut Bibit dan Candra atau tim Delapan, baru akan diterima Presiden pada besok paginya.



BERITA 3
Stasiun TV           : SCTV
Program Acara     : Liputan 6 Siang
Pembawa Acara   : Nova Rini
Hari / Tgl              : Selasa, 17 November 2009
Pukul                    : 12.00 WITA


Penjedaan Berita
Saudara/pemadaman listrik yang belakangan sering terjadi ternyata juga menjadi perhatian dari Presiden SBY//Dan siang ini/Presiden melakukan rapat terbatas bersama sejumlah menteri/dan direktur PLN/serta Gubernur DKI Jakarta//
Analisis Penjedaan
1.  Saudara/pemadaman listrik yang belakangan sering terjadi/ternyata juga menjadi perhatian dari Presiden SBY//.
      Penjedaan setelah kata saudara dimaksudkan oleh penutur untuk menyapa penyimak berita. Dari segi bahasa jeda tersebut berfungsi menggantikan tanda koma setelah kata sapaan. Kemudian penjedaan yang terdapat setelah kata terjadi adalah merupakan intonasi atau tekanan suara dari penutur yang merupakan perbedaan  panjang pendek dan tinggi rendah suara penutur. Sehingga penyimak mudah memahami maksud dari kalimat tuturan si penutur.

2.  Dan siang ini Presiden melakukan rapat terbatas bersama sejumlah menteri/dan direktur PLN/serta Gubernur DKI Jakarta//
      Penjedaan pada kalimat ini berfungsi untuk menunjukkan maksud/tujuan si penutur pada penyimak. Yaitu memberikan keterangan atau pemahaman makna bagi penyimak bahwa ada sejumlah orang yang mengikuti rapat terbatas bersama dengan Presiden. Dan jeda setelah kata ini menunjukkan waktu yang dimaksudkan oleh penutur yaitu siang hari itu juga sehingga penyimak mengetahui kapan waktu rapat tersebut dilaksanakan.


BERITA 4
Siaran TV             : ANTV
Program Acara     : Topik Petang
Pembawa Acara    : Vina Virginia
Hari/Tgl                : Senin/16 November 2009
Jam                       : 06.00 WITA


Penjedaan berita
Tim Delapan masih terus bersikukuh/atau bersikeras/tidak akan mengungkapkan isi dari rekomendasi/sebelum menyerahkannya kepada Presiden/karena di anggap tidak etis.
Analisis Penjedaan

Penjedahan pada kalimat ini adalah berfungsi menunjukkan nada bicara, tekanan, dan intonasi kalimat si penutur. Sehingga penyimak bisa memahami maksud dari si penutur. Contohnya, penutur menekankan bahwa ada keinginan yang sangat keras dari Tim Delapan. Hal itu ditunjukkan pada jeda setelah kata bersikukuh dan bersikeras.


BERITA 5
Stasiun TV           : TRANS 7
Program Acara    : Reportase Malam
Pembawa Acara  : Lia Kornelia
Hari/Tgl               : senin/16 November 2009
Jam                      : 21.00 WITA



Penjedaan Berita
Pemirsa/Ratusan aparat yang tergabung dalam tim Pengamanan Konflik Ngawi-Rende/tadi siang/membongkar paksa pemblokiran jalan di antara kedua desa tersebut//

Analisis Penjedaan
Penjedaan setelah kata pemirsa dimaksudkan oleh penutur untuk menyapa penyimak. Jeda disini berfungsi menggantikan tanda koma setelah kata sapaan. Kemudian jeda setelah kata Ngawi-Rende adalah menunjukkan tempat terjadinya peristiwa, Begitupun setelah kata siang tadi adalah menunjukkan waktu terjadinya peristiwa. Sehingga penyimak bisa memahami maknadan maksud penutur. Dalam hal ini adalah pembawa acara.

Renungan Ukhuwah

Renungan Untukmu Saudaraku

Wahai saudaraku…  mari kita tundukkan hati-hati kita sejenak..
Hilangkan segala keangkuhan dalam diri kita
Buka mata hati dan pikiran kita..
Bayangkan kembali sejenak perjalanan kita selama ini..
Sudah seberapa banyak perhatian yang telah kita berikan pada saudara kita
Sudah seberapa sering kita mensyukuri akan  keberadaan saudara kita di sisi kita.
Sudah sebrapa peka kita memahami kondisi saudara kita.

Wahai saudaraku.. lihatlah orang di sisi kiri dan kanan kita
Dulu, Apakah kita mengenalnya..?? atau apakah pernah terpikirkan oleh kita untuk bertemu dengannya di tengah perjalanan ini? Tidak saudaraku!!
Dia datang dan bersama kita karena Allah.
Allah yang telah mempertemukan kita. Allah pula yang telah menyatukan kita di jalan ini. Allah mengnugerahkan orang-orang yang luar biasa di sekeliling kita. Orang-orang yang senatiasa tak pernah ingin membiarkan kita sendiri.
Saudaraku.. , dia, kita, dan mereka bukanlah siapa-siapa, kita bukan bersaudara senasab tapi kita.adalah saudara seiman dan seakidah yang menyatu dalam dekapan ukhuwa.h Dekapan ukhuwah saudaraku!! Ukhuwah..

Ukhuwah bukan hanya sekadar persaudaraan biasa dan ala kadarnya. Ukhuwah bukanlah hubungan yang hanya sekdar memberi salam, ukhuwah bukan hanya komunikasi yang hanya butuh untaian sapa dan sesungging senyum. Ukhuwah butuh yang lebih dari itu saudaraku.

Saudaraku, genggamlah tangan saudara yang ada samping kita erat-erat seolah-olah kita tidak ingin kehilangan dia saaat ini ..
Sudikah kita kehilangan saudara kita di perjalanan ini? Sanggupkah kita berjalan sendiri tanpa saudara kita di sisi kita?  genggamlah tangannya? Jangan malu wahai saudaraku. Kita hanya punya dia di dekat kita saat ini
Seorang saudara yang dikirimkan Allah untuk membersamai kita di jalan penuh onak dan berduri ini.
Seorang saudara yang rela bersusah-susah untuk membuat jalan ini menjadi indah..
Seorang saudara yang selama ini telah berbagi banyak hal dengan kita,,
Seorang saudara yang selama ini juga tak pernah lelah berjalan di tengah-tengah kita meski langkahnya kadang terseok dengan memikul beban yang kadang lebih berat dari yang kita pikul.. 
Semua itu karena kita berada dalam dekapan ukhuwah.
Ukhuwah yang membuat kita seperti ini. Ukhuwah yang membuat kita merasakan perkenalan, bahkan kesepakatan itulah ruh-ruh kita yang saling sapa dan berpeluk mesra dengan iman yang menyala meski lisan belum sebut nama dan kedua tangan belum saling berjabat. Tapi iman, membuatnya menjadi satu. Maka ukhuwah bukanlah sesuatu yang harus kita risau

Wahai saudaraku,  jangan pernah lepaskan tangan saudara kita yang ada di samping kita saat ini. Mari kita tunduk sejenak  dan renungkan kembali kisah kita ini.
Renungkan kembali perjalanan yang telah kita tempuh sejauh ini.
Banyak hal yang kita lupakan di sepanjang jalan ini.
Bayangkan kembali wajah-wajah saudahara kita yang pernah ada bersama-sama kita.dan yang sampai sekarang masih bersama-sama dengan kita. .
Ingatlah kembali Seberapa sering kita menyakiti perasaan saudara kita ini dengan lisan dan tingkah kita,
Seberapa sering kita membuat tangannya menegelus dada dan membuat hatinya menangis.  Dan kita hanya bisa mengucap kata “afwan akhi.. afwan ukhti ana khilaf.
Hanya afwan saudaraku.. hanya kata afwan  yang bisa kita ucapkan pada saudara kita ketika kita menyadari telah melukai hatinya. Tapi, apakah kita sadar bahwa selama ini kita sebenarnya terlalu sering membuat hati saudara kita merasa tersakiti. Kita tidak pernah mau tahu seberapa susahnya dia mengumpulkan keikhlasannya untuk memaafkan kesalahan kita. Tapi kita seolah acuh tak acuih dengan semuanya. Kita bahkan terkadang tak pernah menyadarai bahwa kita terlalu berbangga diri dengan apa yang kita lakukan. Tanpa mau melihat seberapa keras perjuangan saudara kita dalam membersamai kita, tanpa mau melihat seberapa banyak pengorbanan yang dilakukan oleh saudara kita dalam jalan ini.  tapi apa yang sudah kita lakukan padanmya?
Bayangkan saudaraku betapa lalainya kita menjadi seorang saudara,, betapa naifnya kita menjadi seorang saudara. Dan betapa angkuhnya kita menjadi seorang saudara tatkala keegoisan ini mnguasai diri kita. Tatkala amarah ini merajai diri kita. Tatkala akal pikiran kita tertutupi oleh keegoisan semata. Kita lupa, kita tidak sendiri di jalan ini. Kita butuh dia, kita  butuh mereka saudara-saudara kita.

Sadarilah wahai saudaraku, kita tidak pernah tahu seberapa lama kita diberi kesempatan hidup oleh Allah. Seberapa lama lagi Allah mengizinkan kita semua bersama-sama. Jangankan besok, hari ini, detik ini pun kita tidak bisa mengira-ngira apakah kita masih bisa berada di jalan ini bersama-sama saudara kita atau tidak. Insyafilah saudaraku, bagaiaman jika salah satu di antara kita ada yang lebih Allah cintai untuk bertemu denganNya. Bayangkan jika saudara kita yang lebih dulu bertemu Allah, tapi tak sdikitpun unkapan penyesalan yang kita sampaikan padanya. Sanngupakah kita membiarkan kesalahpahaman dan sakitnya hati menjadi ujung pemisah dari semuanya. Sanggupkah kita membiarkan diri kita berada dalam penyesalan yang berkepanjangan. Tidak saudaraku. Jangan membiarkan diri kita menjadi orang yang zalim pada saudara kita.
Sesungguhnya diri ini tak ada artinya apa-apa sama sekali. Sesungguhnya kita tak pernah bisa berjalan sendiri.
Saudaraku, renungkanlah..
ada kalanya kita seperti dua mata
Tak pernah berjumpa tapi selalu sejiwa
Kita menatap kearah yang sama walau tak berjumpa
Mengagumi pemandangan indah dan berucap: subhanallah

Kita bergerak bersama walau tak berjumpa
mencari pandangan yang dihalalkan
Menghindar dari yang diharamkan
Dan berucap: Astaghfirullah

Kita menagis bersama walau tak berjumpa
Dalam kecewa, sedih, ataupun gembira
Duka dan bahagia
Dan tetap berucap: alhamdulillah

Kita terpejam bersama
Walau tak berjumpa
Memberi damai dan rehat
Sambil beruicap: la haula wa laa quwata illa billah

Tapi terkadang kita perlu menjadi kedua tangan
Berjumpa dalam sedekap shalat
Berjamaah menghadap Allah

Tapi kadang kita perlu menjadi dua tangan
Berjumpa dalam membersihkan segala kotor dan noda dari badan..

Maka jangan biarkan ukhuwah ini menjadi kusut. Karena sesungguhnya ketika ukhuwah ini kusut, maka pertanda ada di antara kita yang imannya sedang sakit. Jangan biarkan ukhuwah ini menjadi sebuah kata yang tak akan pernah ingin mendekati kita
Karena Sesungguhnya ukhuwah ini ibarat seuntai tasbih yang ada awalnya tapi tak berpenghujung..  

Pragmatik (Lokusi, Ilokusi, Perlokusi)

TINDAK TUTUR LOKUSI, ILOKUSI,
DAN PERLOKUSI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI



BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah

       Dalam kehidupan di masyarakat manusia selalu melakukan interaksi atau hubungan dengan sesamanya adalah bahasa. Bahasa dan manusia merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan, dalam arti keduanya berhubungan erat. Bahasa merupakan alat komunikasi yang paling penting bagi manusia karena dengan bahasa manusia dapat mengekspresikan apa yang ada dalam pikiran atau gagasannya. Agar komunikasi dapat berlangsung dengan baik, manusia harus menguasai keterampilan berbahasa. Tarigan (1986 : 2) menyatakan bahwa keterampilan berbahasa meliputi empat macam, yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Setiap keterampilan bahasa mempunyai hubungan yang erat dan konsep berpikir yang mendasari bahasa. Bahasa seseorang mencerminkan pikiran, semakin terampil seseorang berbahasa semakin cerah dan jelas pula pikirannya. Kridalaksana (1984 : 28) berpendapat bahwa bahasa adalah sistem lambang arbiter yangdigunakan untuk bekerja sama, berinteraksi, atau mengidentifikasikan diri. Meningkatkan bahasa sebagai lambang makna dalam bahasa lisan lambang itu diwujudkan dalam bentuk tindak ujar dan dalam bahasa tulis wujud simbol tulisan dan keduanya memiliki tempat masing – masing. Baik bahasa lisan maupun tulisan digunakan manusia untuk berkomunikasi. Komunikasi secara langsung, misalnya ceramah, diskusi, dan tanya jawab. Sedang yang melalui media, contoh iklan di televisi, siaran di radio, penulisan opini atau artikel di majalah, surat kabar, dan lain – lain. Bahasa lisan, khususnya yang berupa tindak ujar atau tindak tutur dapat menimbulkan efek bagi penutur bahasa. Efek yang ditimbulkan oleh bahasa terhadap penutur adalah suatu tindakan tertentu sebagai umpan balik. Umpan balik memainkan peranan yang sangat kecil sebab ia menentukan berlanjutnya komunikasi atau berhentinya komunikasi. Iklan merupakan berita pesanan untuk mendorong, membujuk kepada khalayak ramai tentang benda atau jasa yang ditawarkan atau pemberitahuan kepada khalayak ramai mengenai barang atau jasa yang dijual, dipasang di media massa (Kamus Besar Bahasa Indonesia, 1999 : 322). Kajian pragmatik tentang tindak tutur sangat menarik untuk dilakukan, khususnya tindak tutur yang sering terjadi atau terdapat dalam kehidupan kita sehari-hari, seperti tindak tutur lokusi, ilokusi, perlokusi, dan banyak juga ditemukan banyak tuturan berita, tanya, dan perintah. Oleh karena itu, dalam makalah sederhana ini, saya akan membahas tentang tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi yang sering ditemukan atau terdapat di dalam kehidupan sehari-hari.
   

B. Perumusan Masalah
      Dari uraian dalam latar belakang masalah, maka rumusan masalahnya adalah:
1. Apa yang dimaksud  tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi?
2. Bagaimana contoh-contoh konstruksi penggunaan tindak tutur lokusi, ilokusi, dan    perlokusi yang terdapat dalam kehidupan sehari-hari dan berikan penjelasannya!

C. Metode Penulisan
      Metode Penulisan adalah dengan metode analisis dari berbagai sumber baik itu berupa tuturan yang ditemui dalam masyarakat maupun sumber-sumber lainnya  yang merupakan semua informasi atau bahan yang diserahkan oleh alam (dalam arti luas) yang harus dicari atau dikumpulkan dan dipilah sendiri oleh penulis.


D. Tujuan Penulisan
      Secara umum, penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan penjelasan kapada pembaca dalam hal ini mahasiswa PBSID UNHALU tentang tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi.
Secara khusus, penulisan makalah ini adalah merupakan salah satu sarana yang digunakan penulis untuk memenuhi persyaratan dalam mengikuti ujian final mata kuliah Pragmatik yang dibimbing oleh Ibu Sulfiah, S.Pd., M.Hum.


BAB II
PEMBAHASAN


       Kridalaksana (1993 : 21) mengungkapkan batasan dalam kamus linguistik, bahasa adalah sistem lambang bunyi yang bersifat arbitrer yang dipergunakan oleh para anggota suatu masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi dan mengidentifikasikan diri. Definisi ini serupa dengan yang ada dalam Keei (1995 : 66) yang mendefinisikan bahasa sebagai sistem lambang bunyi yang bersifat sewenang – wenang dan konvensional dan dipakai sebagai alat komunikasi untuk melahirkan perasaan dan pikiran. Fungsi Bahasa Nababan (1993 : 38) menyatakan bahwa fungsi paling dasar dari bahasa adalah sebagai alat komunikasi, yaitu alat pergaulan dan perhubungan sesama manusia. Peristiwa komunikasi terjadi apabila penutur bebicara kepada mitra tutur dengan mengungkapkan bahasa yang saling dimengerti studi pragmatik berkaitan dengan penggunaan bahasa.
      Linguistik sebagai ilmu kajian bahasa yang memiliki berbagi cabang. Cabang – cabang itu diantaranya adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, dan pragmatik. Keempat cabang linguistik yang pertama mempelajari struktur bahasa secara internal, sedangkan pragmatik adalah cabang ilmu bahasa yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yakni bagaimana kesatuan bahasa itu digunakan (Wijana, 1996 : 1). Yang dimaksud dengan peristiwa tutur adalah terjadinya atau berlangsungnya interaksi linguistik dalam satu bentuk ujaran atau lebih yang melibatkan dua pihak yaitu penutur dan lawan tutur dengan satu pokok tuturan di dalam waktu, tempat, dan situasi tertentu. Jadi, interaksi yang berlangsung antara pedagang dan pembeli di pasar pada waktu tertentu dengan menggunakan bahasa sebagai alat komunikasinya adalah sebuah peristiwa tutur. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1999 : 1058), langkah atau perbuatan, sedangkan tutur diartikan ucapan, kata, perkataan (1999 : 1090). Dari dua pengertian tersebut tindak tutur dapat diartikan sebagai perbuatan memproduksi tuturan atau ucapan. Oleh Tarigan dijelaskan (1986 : 36) bahwa tindak tutur atau tuturanyang dihasilkan oleh manusia dapat berupa ucapan. Ucapan dianggap suatu bentuk kegiatan atau suatu tindak ujar. Pada tahun 1962 dalam bukunya yang berjudul How to Do Thinks with Word, Austin telah membedakan tiga jenis tindak ujar, yaitu : 1. Tindak tutur lokusi Tindak tutur lokusi adalah tindak tutur yang menyatakan sesuatu dalam arti “berkata” atau tindak tutur dalam bentuk kalimat yang bermakna dan dapat dipahami. Tindak tutur ini juga bersifat informasi dan tidak menuntut partisopan melakukan tindakan. 2. Tindak tutur lokusi Tindak tutur ilokusi adalah tindak tutur yang diidentifikasikan dengan kalimat performatif yang eksplisit. 3. Tindak tutur perlokusi Tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memiliki efek atau daya pengaruh (perlocutinary force). Efek yang dihasilkan dengan mengujarkan sesuatu itulah yang oleh Austin (1962 : 101) dinamakan tindak perlokusi. Berikut adalah contoh dan penjelasannya.
1.    Tindak tutur lokusi merupakan tindak tutur yang bersifat informasi dan memiliki konsep keuniversalan dan tidak mempengaruhi petutur.
Contoh:
- Jumlah kaki pada kucing ada empat
- itik merupakan salah satu jenis unggas

Penjelasannya: Kedua konstruksi di atas sifatnya adalah informasi yang diberikan oleh seorang penutur kepada seorang petutur dan tidak mempengaruhi petutur tersebut untuk melakukan sebuah tindakan. 
2.    Tindak turur ilokusi, merupakan tindak tutur yang berfungsi tidak hanya menyatakan sesuatu (seperti tindak lokusi) tetapi dapat digunakan untuk melakukan sesuatu.
Contoh:
- Ada orang ujian
- Kukumu sudah panjang

Penjelasannya: pada konstruksi yang pertama biasanya diujarkan oleh seseorang yang sedang mengawas ujian dan bermakna mengingatkan kepada lawan bicaranya agar tidak melakukan keributan atau mengingatkan agar tetap tenagn karena ada yang sedang ujian. Begitu pula pada kontruksi yang kedua, biasanya ujaran seperti ini diujarkan oleh seorang ibu kepada anaknya atau kakak kepada adiknya yang bertjuan untuk mengingatkan anak atau adiknya tersebut segera menggunting kukunya yang sudah panjang tersebut. Jadi, kedua konstruksi ini bersifat peringatan agar lawan tuturnya melakukan sesuatu ssuai konteks tuturannya.

3.    Tindak tutur perlokusi, merupakan sebuah tuturan yang dituturkan yang seringkali mempunyai daya pengaruh atau efek bagi yang mendengarkan. Tidak tutur ini, pengutaraanya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur.
Contoh:
- kemarin, saya sedang sibuk sekali
- saya sedang tidak di rumah

Penjelasannya: Pada konstruksi yang pertama, biasanya kostruksi ini diujarkan oleh seseorang kepada lawan tuturnya untuk memberikan penjelasan karena mungkin tidak bisa menghadiri sebuah kegiatan yang diadakan oleh si petutur sehingga dimaksudkan untuk mempengaruhi si petutur agar memafkannya dan memaklumi ketidakhadirannya. Begitu juga pada konstruksi yang kedua, konstruksi Ini bisa jadi diujarkan oleh seorang penutur karena si petuturnya ingin berkunjung ke rumahnya dan dia ingin memberikan penjelasan kepada si petutur bahwa dia sedang tidak di rumah sehingga hal itu mempengaruhi si petutur untuk memaklumi penolakan dari si penuitur.



BAB III
PENUTUP


A. Kesimpulan
      Dari uraian-uraian di atas, maka dapat diambil sebuah kesimpulan bahwa secara pragmatic, di dalam sebuah interaksi komunikasi pada sebuah peristiwa tutur maka akan ada tindak tutur yang dimunculkan yaitu tindak tutur lokusi, ilokusi, dan perlokusi seperti yang sudah terdapat dalam contoh dan penjelasannya pada bagian Pembahasan.

B. Saran
     Berdasarkan uraian-uraian di atas, penulis menyadari bahwa masih banyak sekali kekurangan-kekurangannya. Oleh karena itu, disarankan kepada pembaca agar kedepannya bisa melengkapi dan menyempurnakan tulisan ini.