Kamis, 07 Juni 2012

Essay

Perlunya Peningkatan Kualitas Tenaga Pendidik
Oleh: Innah “MDS”
 
 
        Pendidikan pada dasarnya mempunyai tugas menyiapkan sumber daya manusia untuk pembangunan.  Derap langkah pembangunan selalu diupayakan seirama dengan tuntutan zaman. Sebuah sistem  pendidikan yang tidak berkualitas tentunya akan mempengaruhi sisi-sisi kehidupan yang lain dalam sebuah Negara. Lalu bagaimana dengan Indonesia? Bagaimana dengan kualitas pendidikan di Indonesia? Pertanyaan ini tentunya bukanlah pertanyaan yang susah untuk di jawab. Bukan menjadi sesuatu yang asing lagi membicarakan masalah ini. Seperti yang telah kita ketahui, kualitas pendidikan di Indonesia semakin memburuk. Banyak faktor yang menyebabkan rendahnya kualitas pendidikan di Indonesia. Salah satunya adalah kurang tersedianya tenaga pendidik yang berkompeten dalam melaksanakan sebuah proses pendidikan. Walaupun guru dan pengajar bukan satu-satunya faktor penentu keberhasilan pendidikan, akan tetapi pengajaran merupakan sesuatu hal yang nmenjadi titik sentral pendidikan dan kualifikasi, sebagai cermin kualitas, tenaga pengajar memberikan andil sangat besar pada kualitas pendidikan yang menjadi tanggung jawabnya. Memang tidak bisa dipungkiri, bisa dikatakan sebagian besar guru-guru saat ini kurang kompeten. Banyak orang yang menjadi guru karena tidak diterima di jurusan lain atau kekurangan dana. Profesi guru yang dulunya mendapatkan dedikasi sebagai “Pahlawan Tanpa tanda Jasa”, kini mulai menghilang di makan zaman. Bagaimana tidak, profesi guru kini bukan lagi menjadi sebuah profesi pengabdian diri dengan niat yang mulia untuk memanusiakan manusia, akan tetapi berubah menjadi sebuah profesi yang menjanjikan untuk meningkatkan taraf kehidupan sesorang. Hal inilah yang pada akhirnya mengakibatkan banyaknya guru yang mengabaikan tannggung jawbnya yang sesungguhnya sebagai seorang guru sehingga berdampak pada kualitas pendidikan itu sendiri. Pengecualian hanya bagi mereka guru-guru lama yang sudah lama mendedikasikan dirinya menjadi guru. Selain berpengalaman mengajar peserta didik, mereka juga memiliki pengalaman yang dalam mengenai pelajaran yang mereka ajarkan.
        Pada dasarnya, kurangnya kualitas tenaga pengajar  menyebabkan peserta didik kurang mencapai hasil yang diharapkan dan akhirnya mengambil pendidikan tambahan yang juga membutuhkan uang lebih. Kurangnya mutu pengajar disebabkan oleh pengajar yang mengajar tidak pada kompetensinya. Misalnya saja, pengajar A mempunyai dasar pendidikan di bidang bahasa, namun dia mengajarkan keterampilan, yang sebenarnya bukan kompetensinya. Hal tersebut benar-benar terjadi jika kita melihat kondisi pendidikan di lapangan yang sebanarnya. Hal lain adalah pendidik tidak dapat mengomunikasikan bahan pengajaran dengan baik, sehingga mudah dimengerti dan menbuat tertarik peserta didik. Kebanyakan guru belum memiliki profesionalisme yang memadai untuk menjalankan tugasnya sebagaimana disebut dalam pasal 39 UU No 20/2003 yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan pembimbingan, melakukan pelatihan, melakukan penelitian dan melakukan pengabdian masyarakat.
     Masalah yang lebih ironis lagi, sebagian guru di Indonesia bahkan dinyatakan tidak layak mengajar. Persentase guru menurut kelayakan mengajar dalam tahun 2002-2003 di berbagai satuan pendidikan sbb: untuk SD yang layak mengajar hanya 21,07% (negeri)dan 28,94% (swasta), untuk SMP 54,12% (negeri) dan 60,99% (swasta), untuk SMA 65,29% (negeri) dan 64,73% (swasta), serta untuk SMK yang layak mengajar 55,49% (negeri) dan 58,26% (swasta). Kelayakan mengajar itu jelas berhubungan dengan tingkat pendidikan guru itu sendiri. Data Balitbang Depdiknas (1998) menunjukkan dari sekitar 1,2 juta guru SD/MI hanya 13,8% yang berpendidikan diploma D2-Kependidikan ke atas. Selain itu, dari sekitar 680.000 guru SLTP/MTs baru 38,8% yang berpendidikan diploma D3-Kependidikan ke atas. Di tingkat sekolah menengah, dari 337.503 guru, baru 57,8% yang memiliki pendidikan S1 ke atas. Di tingkat pendidikan tinggi, dari 181.544 dosen, baru 18,86% yang berpendidikan S2 ke atas (3,48% berpendidikan S3). Masalah-masalah inilah yang selama ini terkesan dianaikan oleh pemerintah.
     Kesimpulannya, banyak hal yang sebenarnya menjadi PR bagi pemerintah dalam memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia. Bukan hanya dengan cara mengganti sistem pendidikan nasionalnya yang orientasinya hanyalah melakukan evaluasi terhadap peserta didiknya saja, akan tetapi perlu melakukan perbaikan atau evaluasi pada tenaga pengajarnya dengan menciptakan sistem peningkatan profesi guru yang baik. Jika  guru memperoleh pelatihan yang tepat maka akan besar kemungkinan kualitas pendidikan di Indonesia akan menjadi lebih baik karena penerintah telah menciptakan sistem yang memungkinkan semua guru di Indonesia memiliki kompetensi dalam melaksanakan tanggung jawabnya sebagai seorang tenaga pengajar/tenaga pendidik.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar