Kamis, 07 Juni 2012

Opini "MDS"

Emansipasi ala Sosok Kartini VS Emansipasi ala Sosok Perempuan Masa Kini Oleh: “MDS” KKC 

      Simple Questions to opening: Apa yang terbayang di pikiran kita saat mendengar kata “Kartini” atau saat merayakan hari Kartini? Jawabannya pasti: EMANSIPASI PEREMPUAN. Ya.. Frasa ini seakan sangat powerful bagi perempuan-perempuan Indonesia untuk menuntut persamaan hak seperti yang didapatkan oleh laki-laki atau yang sering juga disebut kesetaraan gender. Lalu sebenarnya siapakah Kartini itu? Apa sebenarnya emansipasi perempuan yang diperjuangkankannya dan apa hubungannya dengan kehidupan perempuan Indonesia masa kini? 
    Mengurai sedikit tentang biografi seorang Kartini. Kartini yang nama lengkapnya adalah Raden Adjeng Kartini, lahir di Jepara, Jawa Tengah, pada tanggal 21 April 1879. Dia berasal dari golongan keturunan priyayi atau bangsawan Jawa. Sosoknya sebagai gadis jawa yang lembut tidak bisa menutupi kecerdasan dan keberaniannya untuk melakukan pendobrakan menuju suatu perubahan yang lebih baik. Akan tetapi hal yang paling penting dari semua itu, dia tidak melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan. Pemikiran-pemikiran kritisnya banyak menyangkut tentang permasalahan sosial pada saat itu, terutama yang menyangkut tentang perempuan. Sehingga dia kemudian menjadi seorang pelopor kebangkitan perempuan pribumi Indonesia dengan kata sakti yang dibawanya: Emansipasi. 
     Konsep Emansipasi merupakan hal yang menarik untuk ditelisik kembali defenisi dan hakikatnya yang sebenarnya. Apa memang benar bahwa yang namanya emansipasi itu berarti semua sama rata? Apa emansipasi itu berarti bahwa perempuan mendapatkan hak dan kewajiban yang sama persis seperti yang didapatkan laki-laki? Atau apa yang namanya emansipasi itu berarti perempuan bisa mengerjakan semua yang dikerjakan oleh seorang lelaki? Mari kita bahas lebih lanjut.. 
     Pada dasarnya, Emansipasi Perempuan bukanlah hal yang patut dihiperbolakan, apalagi dijadikan sebagai tameng untuk membela kepentingan pribadi. Kartini sendiri mungkin akan sedih kalau ternyata emansipasi yang diperjuangkankannya saat itu dipahami secara salah seperti saat ini. Sebuah konsep emansipasi lahir karena adanya ketidakadilan yang diberlakukan kepada kaum perempun dan adanya ketidaksamaan hak yang dimiliki oleh perempuan dibanding pria karena alasan gender. Arti Emansipasi Perempuan yang saya pahami adalah suatu persamaan hak yang diberikan kepada kaum perempuan tanpa diskriminasi gender dengan tidak mengabaikan kodrat seorang perempuan. Dalam hal ini, hak tersebut harus diberikan secara proporsional dan adil (bukan sama persis), yakni bagaimana seorang perempuan mendapatkan kesempatan yang sama untuk mengembangkan diri dan bagaimana kaum laki-laki menghormati serta memperlakukan perempuan sebagaimana mestinya; tidak meremehkan, tidak mengeksploitasi, apalagi menyiksa atau menginjak-nginjak martabat kaum perempuan. Bagaimana tidak, seorang perempuan merupakan makhluk yang sangat penting bagi laki-laki (tidak bermaksud narsis tapi itu pasti). Alasannya adalah seorang laki-laki tentunya akan menikahi seorang perempuan dan keturunannya nanti akan lahir dari rahim seorang perempuan hebat dan tangguh, bukan lahir dari seorang laki-laki, baik itu bayi laki-laki maupun bayi perempuan. Tidak ada pengklasisifikasian bahwa hanya bayi perempuan yang bisa lahir dari rahim seorang perempuan dan bayi laki-laki harus lahir dari seorang laki-laki atau sebaliknya. Oleh karena itu, konsep emansipasi muncul untuk bisa memposisisikan kedudukan kaum perempuan sesuai hak dan kodratnya. 
     Dalam Islam, kedudukan perempuan sangat dihormati dan menaruh posisi tinggi terhadapnya. Ini terbukti bahwa di dalam Al-Qur’an terdapat salah satu surat yang namanya An-Nisa yang berarti perempuan. Tidak ada surat dalam Al-Qur’an dengan nama Ar-Rojul atau Ar-Rijal yang artinya laki-laki. Kemudian Rasulullah dalam salah satu haditsnya menyampaikan bahwa Surga berada di bawah telapak kaki seorang perempuan mulia bernama Ibu. Selain itu, pernah ada suatu kisah juga saat Rasulullah ditanya oleh sahabatnya tentang siapa yang harus dihormati terlebih dahulu di antara Ibu dan ayah, beliau menjawab: “Ibumu, Ibumu, Ibumu, baru kemudian Ayahmu”. Dalam salah satu SurahNya, Allah SWT telah berfirman: “Wahai manusia! Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang telah menciptakan kamu dari diri yang satu (Adam), dan (Allah SWT) menciptakan pasangannya (Hawa) dari dirinya; dan dari keduanya Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak. Bertaqwalah kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu saling meminta, dan (peliharalah) hubungan kekeluargaan. Sesungguhnya Allah selalu menjaga dan mengawasimu.” (QS. An-Nisa [4] : 1) 
       Dalam ayat tersebut, Islam memandang bahwa perempuan adalah pelengkap bagi laki-laki. Allah SWT menjadikan laki-laki dan perempuan berpasang-pasang kemudian memberikan keturunan kepada mereka. di sini jelas bahwa yang namanya pasangan itu sudah pasti berbeda. Seperti siang dan malam, matahari dan bulan, sendok dan garpu, hitam dan putih, sikat gigi dan pasta gigi, dan lain sebagainya. Oleh karena itu, fungsi keduanya adalah saling melengkapi dan bukan sebagai pengganti. Perempuan diberikan rahim untuk melahirkan, diberikan kesabaran untuk memberikan rasa tentram, diberikan kelembutan untuk menyayangi, diberikan kehangatan untuk mencintai, diberikan keindahan untuk menyenangkan hati, serta diberikan ketegaran sebagai penopang yang tangguh bagi laki-laki. Dari definisi itu saja, sudah jelas bahwa perempuan itu berbeda dengan laki-laki. Mustahil jika perempuan ingin diberikan hak yang SAMA PERSIS dengan laki-laki. Tapi yang tepat adalah, diberikan hak yang adil. Hal ini dalam Al qur’an jelas dikatakan “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah SWT kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain, karena bagi laki-laki ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bagi perempuan juga ada bagian dari apa yang mereka peroleh (usahakan) dan bermohonlah kepada Allah SWT dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.” (QS. An-Nisa [4] : 32) Jadi sudah jelas bahwa laki-laki itu sudah mendapatkan bagiannya sendiri dan perempuan mendapat bagiannya sendiri juga. Tidak mungkin perempuan menuntut hak yang sama seperti laki-laki. Contohnya, ada beberapa pekerjaan yang perempuan tidak bisa lakukan seperti laki-laki, salah satunya menjadi imam dalam shalat. 
    Kemudian kembali kembali pada Emansipasi Perempuan yang diperjuangkan oleh Kartini dalam memperjuangkan harkat dan martabat kaum perempuan Indonesia. Emansipasi yang dibawa Kartini adalah bagaimana kaum perempuan pribumi pada saat itu diberikan akses yang sama untuk dapat belajar dan menuntut ilmu seperti kaum laki-laki. Kartini juga menggugat budaya di Jawa yang dipandang sebagai penghambat kemajuan bagi perempuan untuk mengembangkan diri akibat kungkungan adat yang mengharuskan perempuan hanya boleh berada di rumah, tidak boleh sekolah, harus rela dipingit dan harus setuju dinikahkan dengan siapapun meskipun akan menjadi istri kedua, ketiga ataupun keempat. Istilahnya, bisa dikatakan tempat perempuan itu hanya ada di kasur (melayani suami), dapur (memasak) dan sumur (mencuci). Inilah hal yang ingin diubah dan diperjuangkan oleh Kartini saat itu. Dan buktinya “Pemberontakan Secara Santun” yang dilakukannya saat itu membawa hasil bagi nasib perempuan pribumi.
      Tapi coba kita bandingkan dengan konsep emansipasi yang dipahami saat ini. Banyak orang. yang mengartikan Emansipasi Perempuan adalah bisa sejajar dengan pria dalam segala hal atau SAMA PERSIS haknya dengan laki-laki tanpa mempertimbangkan kodratnya sebagai seorang perempuan. Perempuan indonesia hari ini walaupun tidak semuanya, tapi kebanyakan lebih mengutamakan materi sebagai hal pokok hidup mereka. Perempuan-perempuan saat ini bebas memilih sekolah apapun yang hendak dimasukinya tanpa perlu terkungkung oleh keterbatasan hak dan kewajiban tetapi kemudian terkadang disia-siakan. Dari segi penampilan mereka sangat glamour dan cenderung memamerkan fisik untuk mencapai sesuatu. Bahkan mereka rela dijadikan objek iklan dengan memamerkan tubuhnya yang harusnya dilindungi. Sebagian perempuan di Indonesia ada juga yang sudah kehilangan jiwa perempuannya dengan lebih mengandalkan membeli makanan daripada harus memasak sendiri, menitipkan anak-anak mereka ke seorang baby sitter daripadamenjaganya sendiri, dan memberikan susu kaleng sebagai pengganti ASI daripada menyusuinya sendiri karena mereka tidak ingin kecantikannya pudar dengan menyusui.
      Selain itu juga, terkadang oleh segelintir masyarakat yang kurang paham akan apa arti emansipasi wanita secara menyeluruh, sering keablasan dalam mengartikan emansipasi sehingga menyebabkan terjadinya hal-hal berikut:
1. tidak sedikit perempuan yang mengambil alih kedudukan Kepala Keluarga dalam rumahtangganya hanya karena alasan penghasilannya lebih tinggi 
2. Banyak perempuan yang menggugat cerai suaminya dengan alasan yang tidak jelas padahal suaminya sudah bertanggung jawab penuh terhadap kebutuhan lahir dan bathinnya. 
3. Banyak perempuan yang menyia-nyiakan kehidupan rumah tangga dan keluarganya hanya demi ambisi dan menuruti rasa egonya yang tinggi. 
4. Banyak perempuan yang melupakan tanggung jawab kepada anak-anaknya, hanya karena sekedar mengejar karir belaka 
       Apakah emansipasi seperti ini yang dimaksud oleh Kartini? Apakah Kartini akan bangga tertawa ria tanpa jeda? Atau malah senantiasa mengelus dada seraya menggeleng-gelengkan kepala menahan kecewa? Tentunya kita sendiri yang bisa menjawabnya. Sebagai perempuan tentunya secara pribadi saya sangat setuju kalau pendiskriminasian kaum perempuan itu ditentang dengan melakukan pendobrakan melalui konsep emansipasi perempuan agar penindasan terhadap kaum perempuan yang terjadi pada zaman dulu tidak terjadi lagi. Akan tetapi, kesetujuan itu bisa berubah menjadi sebaliknya, jika dalam penerapannya di lapangan terlalu kebablasan, khusunya bagi perempuan-perempuan di Indonesia saat ini. Saya hanya bisa mengatakan seperti ini, seharusnya sebagai perempuan masa kini yang perlu dilakukan adalah menjadi seorang wanita yang cerdas, kritis dan berani melakukan terobosan untuk suatu perubahan yang lebih baik. Kita harus bisa menjadi Kartini masa kini. Dan sebagai Kartini masa kini seyogianya dengan ilmu yang dimiliki kita harus dapat berkontribusi di bidang yang digeluti untuk kemajuan bangsa dan negara. Kartini masa kini harusnya menjadi wanita tangguh yang siap menghadapi kerasnya dunia dan tanggap terhadap perkembangan zaman. Kartini masa kini tetap tidak boleh melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan. Seorang mahasiswi atau karyawati yang baru bekerja boleh saja memiliki pekerjaan yang baik dan karir yang cemerlang, namun dia tetap tidak boleh melupakan perannya sebagai seorang anak yang harus tetap hormat kepada kedua orang tuanya. Bagi yang sudah menikah, bukan menjadi larangan untuk bekerja dan memiliki karir yang cemerlang, namun dia tidak boleh melupakan perannya sebagai seorang ibu bagi anak-anaknya dan juga sebagai seorang istri bagi suaminya. dia haruslah menjadi perempuan yang bertanggung jawab terhadap anak-anaknya dan menjadi istri yang patuh bagi suaminya. Setinggi apapun gaji serta jabatan seorang wanita, secara kodrat tetap harus tunduk dan patuh terhadap suaminya yang menjadi imam dan pemimpinnya di dalam rumah tangga. 
Sesungguhnya, Allah SWT berfirman: “Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum perempuan, oleh karena Allah telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (perempuan), dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Sebab itu maka perempuan yang salehah, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka)… (QS. An Nisa: 34) Selain itu, telah dikisahkan pula pada zaman Rasulullah, seorang perempuan datang menghadap Baginda Rasulullah SAW dan berkata, ''Wahai Rasulullah, saya mewakili kaum perempuan ingin bertanya kepadamu. Mengapa berperang itu hanya Allah wajibkan atas kaum laki-laki? Jika mereka terkena luka, mereka mendapat pahala, dan kalau terbunuh, maka mereka adalah tetap hidup di sisi Allah, lagi dicukupkan rezekinya.'' Setelah berhenti sejenak, perempuan itu lalu melanjutkan, ''Sedangkan kami, kaum perempuan, selalu hanya melakukan kewajiban terhadap mereka (suami). Apakah kami boleh ikut (perang) agar memperoleh pahala berperang?'' Mendengar pengaduan perempuan itu, Rasulullah SAW pun bersabda, ''Sampaikanlah kepada perempuan-perempuan yang kamu jumpai bahwa taat kepada suami dengan penuh kesadaran dan keikhlasan, maka pahalanya seimbang dengan pahala perang membela agama Allah. Tetapi, amat sedikit dari kamu yang menjalankannya.'' 
      Kisah di atas menggambarkan bahwa adanya perbedaan peranan antara laki-laki dan perempuan merupakan sunatullah. Perbedaan tersebut, dalam pandangan Islam, bukanlah untuk melecehkan atau merendahkan antara keduanya, melainkan untuk saling membantu, mengisi, dan memuliakan. Islam mengajarkan bahwa antara laki-laki dan perempuan adalah setara, dan yang membedakan antara keduanya hanyalah ketakwaan-Nya. Bahkan, Allah akan memberikan pahala yang sama jika mereka beriman dan mengerjakan amal saleh. Allah SWT berjanji dalam firman-Nya, ''Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan sesungguhnya akan Kami beri balasan kepada mereka dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.'' (QS 16: 97). Inilah hakikat sebenarnya emansipasi dalam pandangan Islam. Emansipasi yang tidak hanya bernilai duniawi, tetapi juga mengandung nilai ukhrawi. Emansipasi yang tidak memandang perbedaan peranan sebagai penghalang dan harus disamakan. Melainkan, emansipasi yang memandang adanya perbedaan peranan sebagai sebuah kekuatan untuk saling melengkapi dan membangun kesinergian menuju kemuliaan bersama. Oleh karena itu,sebaiknya kita sebagai perempuan menyadari bahwa jihad terbesar adalah dalam keluarga. Yakni, bagaimana kita dapat menjadi ibu yang baik dan bermanfaat bagi anak-anak serta menjadi istri yang salehah bagi suami. Selain itu, kita pun harus menjadi pelopor kebaikan dalam keluarga dan masyarakat. Jangan kita jadikan peringatan Hari Kartini hanya sebagai simbol belaka. Tapi bagaiamana kita menjadi wanita tangguh seperti yang diajarkan oleh Ibu Kartini. 
      Sebagai penutup, saya ingin menegaskan kembali bahwa Emansipasi Perempuan merupakan suatu hak yang layak untuk diperjuangkan, namun tidak kebablasan. Emansipasi merupakan suatu persamaan hak dan kesempatan yang diberikan kepada perempuan dengan cara proporsional serta adil, dan bukan SAMA PERSIS. Relevansinya untuk masa sekarang adalah bagaimana para perempuan Indonesia yang hidup di zaman ini bisa menjadi kartini-kartini baru yang cakap serta tanggap mengikuti cepatnya perkembangan zaman, menghasilkan suatu karya, membawa perubahan dan berjuang di bidangnya untuk memberikan kontribusi yang berarti bagi kemajuan bangsa dan negara, dan yang terpenting adalah, tetap tidak melupakan kodratnya sebagai seorang perempuan. Wallahu’alam bishawab.. 

Kita adalah Kartini masa kini..
Melanjutkan yang kemarin, dilakukan hari ini, berbuat untuk hari esok...!! 
“Tiada awan di langit yang tetap selamanya. Tiada mungkin akan terus menerus terang cuaca. Sehabis malam gelap gulita lahir pagi membawa keindahan kehiduapn manusia serupa alam” (Kartini-Habis Gelap Terbitlah Terang). ^_^
 Jazakallah...................... 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar